Inspirasi Edwin muncul pada awal tahun 2000-an setelah mendapat cerita tentang kerja-kerja antropologi Dave Lumenta, narasumber serta tim penata musik dalam film ini, di daerah perbatasan. Penelitian tersebut menggagas lahirnya konsep visual adegan penemuan mayat di zona tak bertuan, yang menjadi adegan pembuka film ini.
"Bagaimana kalau ada mayat yang ditemukan di daerah itu? Di daerah no man’s land. Kata Dave, kadang diurus kadang tidak diurus karena daerah itu bukan tanggung jawab negara mana pun," kata Edwin mengawali cerita soal ide film Kabut Berduri.
"Ide itu sudah muncul hampir 20-an tahun lalu. Menarik buat saya karena ternyata ada kemungkinan semenyeramkan itu. Orang bisa hilang dan tidak perlu diurus karena bukan area yang ada hukumnya," tambah Edwin.
Film ini menjadi ranah baru bagi sang sutradara yang dikenal melalui film-film panjangnya seperti Posesif (2017), Aruna dan Lidahnya (2018), serta Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas (2021) yang memenangkan piala tertinggi Golden Leopard di Festival Film Internasional Locarno 2021. Kabut Berduri akan menjadi film keempat Edwin yang digarap bersama Palari Films, sekaligus cerita pertama Edwin dengan genre crime-thriller dengan plot whodunnit.
"Saya melihat genre ini masih jarang sekali dieksplorasi di Indonesia. Ada cerita detektif, tapi komedi. Sementara [Kabut Berduri] ini lebih gelap, mengungkap pembunuhan," tambah Edwin, yang sebetulnya juga menggemari film bergenre serupa.