Sejarah halal bihalal dipercaya bermula dari ide KH Abdul Wahab Chasbullah atau yang biasa dipanggil Kiai Wahab. Saat itu, Kiai Wahab dipanggil oleh Presiden Soekarno untuk membantunya mengatasi konflik politik yang tengah terjadi di Indonesia.
Mendengar permasalahan yang diuraikan oleh Bung Karno, Kiai Wahab memiliki saran agar Bung Karno menggelar acara silaturahmi di kediamannya dengan mengundang pihak-pihak yang tengah berkonflik itu. Terlebih lagi, saat itu bertepatan dengan penyelenggaraan Hari Raya Idulfitri, sehingga kedatangan mereka bisa menjadi momen yang pas.
Mendengar penjelasan dan saran dari Kiai Wahab, Bung Karno kemudian menyetujui, tapi ingin menggunakan istilah lain selain silaturahmi agar para elit politik mau datang bersama-sama di momen Lebaran nanti. Kiai Wahab pun memiliki solusinya.
"Begini, para elit politik tidak mau bersatu, itu karena mereka saling menyalahkan. Saling menyalahkan itu kan dosa. Dosa itu haram. Supaya mereka tidak punya dosa (haram), maka harus dihalalkan. Mereka harus duduk dalam satu meja untuk saling memaafkan, saling menghalalkan. Sehingga silaturahim nanti kita pakai istilah halal bihalal," jelas Kiai Wahab Chasbullah seperti riwayat yang diceritakan KH Masdar Farid Mas’udi, yang dikutip dari situs resmi NU.or.id.
Dari sanalah muncul istilah halal bihalal yang kita kenal sampai saat ini. Di momen tersebut pula, Bung Karno bisa mengumpulkan para elit politik yang sedang berkonflik dalam satu meja untuk saling memaafkan dan menyusun strategi baru.