Bila mendengar cerita soal perampok Nordik, kiranya kerap dikaitkan dengan kebiasaan menyeramkan. Di antaranya yang paling tersohor adalah mereka meninggalkan tanda "elang darah" pada korban yang masih hidup.
Dalam ritualnya, tulang rusuk disingkapkan dan dipotong dari tulang belakang, lalu dijulurkan. Lalu, bagian paru-paru diekstraksi dan ditempatkan sedemikian rupa sehingga menyerupai sayap. Bahkan, beberapa orang percaya tubuh dapat terbang ke Odin, dewa utama dalam mitologi Nordik.
Karena referensi pertama dalam ayat skaldik, ini bisa menjadi kasus lain dari lisensi puitis yang ditafsirkan oleh orang yang terlalu harfiah, kata Eleanor Rosamund Barraclough, profesor sejarah abad pertengahan di Durham University. Roberta Frank dari Universitas Yale telah lama mempertanyakan kebenaran ritual tersebut.
Ia mengatakan, lrosedur elang darah bervariasi dari teks ke teks, menjadi lebih seram, dan memakan waktu setiap abad. Baru-baru ini, para ilmuwan dari University of Iceland dan England's Keele University menganalisis apakah mungkin melakukan "bloody eagle" pada korban hidup.
Dalam sebuah makalah yang diterbitkan dalam Speculum: A Journal of Medieval Studies, mereka menyimpulkan bahwa meskipun secara anatomi memungkinkan untuk melakukan praktik ini dengan alat yang tersedia pada saat itu. Di mana korban akan meninggal karena kehilangan darah atau sesak napas pada tahap awal ritual.
Eksekusi lengkap elang berdarah hanya bisa dilakukan pada mayat. Sampai para arkeolog menemukan mayat yang memiliki bukti jelas bahwa hal ini pernah terjadi, para ahli belum bisa memastikannya.