Setelah kemerdekaan Indonesia tahun 1945, Sayuti Melik kemudian masuk menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Namun, pada tahun 1946, ia ditangkap oleh pemerintah Indonesia dengan tuduhan terlibat dalam peristiwa 3 Juli 1946.
Peristiwa itu merupakan percobaan kudeta oleh kelompok oposisi pemerintah yang saat itu dipimpin oleh Perdana Menteri Sutan Syjahrir. Penangkapan tersebut merupakan perintah dari Amir Syarifuddin.
Biografi Sayuti Melik, tokoh yang mengetik teks proklamasi kemudian berlanjut saat akhirnya ia dibebaskan setelah dinyatakan tidak bersalah. Ia lalu ditangkap oleh Belanda dan dipenjara di Ambarawa.
Meskipun berkali-kali dipenjara, Sayuti Melik akhirnya bisa bangkit dan terjun dalam dunia politik. Ia memulai karier politiknya saat diangkat sebagai anggota DPR-GR dan anggota MPRS.
Selain terjun ke dunia politik, Sayuti Melik juga tetap menekuni bidang jurnalistik. Ia sempat melakukan kunjungan kerja sebagai wartawan di sejumlah negara.
Sayuti Melik juga mendapat penghargaan Satya Penegak Pers dari PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) pada 23 Desember 1982.
Meskipun saat kemerdekaan Indonesia ia dikenal dekat dengan Soekarno, tetapi Sayuti kemudian menjadi orang yang berani menentang sang presiden.
Ia menentang gagasan Nasakom (Nasionalis, Agama, Komunis) yang diajukan Soekarno dan menentang presiden diangkat menjadi presiden seumur hidup oleh MPRS.
Pada masa orde baru, Sayuti Melik bergabung dengan Partai Golkar yang saat itu berkuasa. Ia menjadi anggota MPR/DPR pada tahun 1971 dan 1977.
Sayuti Melik meninggal dunia pada 27 Februari 1989. Ia mendapatkan penghargaan Bintang Mahaputra (1961) dari Presiden Soekarno dan Bintang Mahaputra Adiprana pada tahun 1973 dari Presiden Soeharto.
Itulah biografi Sayuti Melik, tokoh yang mengetik teks proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Meskipun berkali-kali keluar masuk penjara, Sayuti Melik tetap berani menyuarakan kritiknya hingga akhirnya bangkit berkecimpung di dunia politik.