Sedih banget. Bagaimana ya, banyak juga yang bertanya untuk apa aku harus mengajar jauh-jauh ke sana, padahal di Indonesia juga banyak anak-anak yang butuh perhatian. Dan ternyata belum banyak yang tahu bagaimana keadaan anak-anak TKI di sana. Mereka itu di sana, di Malaysia, bersekolah di sekolah nonformal. Bukan sekolah formal, jadi hanya penyetaraan paket seperti itu. Sekolah-sekolah itu di bawah perusahaan-perusahaan kelapa sawit yang bekerja sama dengan KBRI. Petinggi-petinggi di perusahaan itu adalah orang Malaysia, sementara orang Indonesia hanya sebagai pekerja kasarnya. Di sana hanya ada dua sekolah. Kondisinya mirip dengan sekolah Laskar Pelangi yang berbentuk rumah panggung gitu. Setiap sekolah hanya punya dua kelas yang isinya mulai dari TK sampai SMP. Kalau aku dapet kelas rendah, yakni anak-anak usia TK hingga kelas 3 SD. Itu benar-benar tantangan buat aku. Aku belajar bagaimana manajemen kelas dengan baik. Di kelas aku ngurusin yang ini untuk belajar baca, tapi di sana ada yang nangis. Tantangan banget deh. Sementara di sana masih kurang sekali dari segi SDM-nya. Jumlah guru yang nggak banyak dan fasilitasnya juga belum maksimal. Tapi akhir-akhir ini pemerintah Malaysia bekerja sama dengan KBRI dan KJRI sudah men-support supaya anak-anak dari pekerja ini tetap mendapat pendidikan yang baik.