Indonesia memang sangat unik dan kaya. Setiap provinsi di Indonesia memiliki ciri khas masing-masing. Mulai dari bahasa, baju tradisional, makanan, budaya, hingga rumahnya pun berbeda-beda.
Salah satu rumah adat daerah sumatra yang cukup unik dan menarik perhatian adalah rumah adat Lampung. Rumah berbentuk panggung yang didominasi material kayu ini benar-benar mencuri perhatian dan penuh filosofi.
Apa filosofi rumah adat Lampung ini? Simak penjelasannya berikut.
Rumah adat Lampung memiliki nama Nuwo Sesat. Secara harfiah Nuwo Sesat terdiri dari dua kata, yakni nuwo yang berarti rumah dan sesat yang berarti adat. Jika diartikan, Nuwo Sesat memiliki makna rumah adat dalam bahasa Lampung.
Nuwo Sesat memiliki fungsi sebagai tempat pertemuan adat bagi para penyeimbang adat untuk musyawarah. Di rumah-rumah panggung inilah, para pemangku adat dan mereka yang terlibat bersama-sama menyelesaikan masalah serta mencari jalan keluar terbaik dengan prinsip kekeluargaan.
Hampir sama dengan rumah adat khas Sumatra lainnya, Nuwo Sesat juga dibuat dengan konsep rumah panggung. Rumah adat Lampung dibuat dengan kondisi yang tinggi dari permukaan tanah untuk melindungi sang pemilik rumah dari hewan buas. Di Lampung, cukup banyak gajah dan harimau yang berkeliaran, sehingga membuat rumah dengan cukup tinggi menjadi salah satu solusi menyelamatkan diri.
Selain itu, rumah panggung juga cukup aman untuk menghindari banjir. Sebab, kebanyakan rumah di daerah Lampung berlokasi mengikuti aliran sungai dengan pola yang rapat. Tak heran, jika musim hujan air sungai bisa saja naik dan warga setempat tidak akan kebanjiran karena posisi rumahnya yang begitu tinggi.
Nuwo Sesat Balai Agung merupakan ikon yang hanya ada satu di setiap daerah. Rumah adat ini memiliki ukuran paling besar dibandingkan dengan seluruh rumah yang ada di daerah tersebut. Biasanya, Nuwo Sesat Balai Agung tidak digunakan sebagai rumah tinggal, melainkan sebagai tempat musyawarah para penyeimbang adat.
Karena ukurannya yang besar dan tinggi, untuk dapat memasukinya, kamu harus melewati tangga atau yang disebut juga jambat agung. Di sepanjang jambat agung, diletakan payung berwarna putih, kuning dan merah yang melambangkan kesatuan masyarakat Lampung. Putih melambangkan tingkat marga, kuning melambangkan kampung dan merah melambangkan suku.
Tak hanya payung, di Nuwo Sesat Balai Agung juga terdapat lambang burung garuda yang dipercaya sebagai kendaraan Dewa Wisnu.
Meski memiliki jenis yang berbeda-beda, Nuwo Sesat memiliki bagian-bagian yang hampir ada di setiap jenis rumah. Bagian-bagian Nuwo Sesat yang harus kamu ketahui adalah sebagai berikut.
Pusiban: ruangan yang digunakan untuk musyawarah secara resmi dan sakral berskala besar.
Anjungan: ruangan untuk menerima tamu yang dengan skala pertemuan kecil di rumah.
Tetabuhan: tempat yang digunakan untuk menyimpan berbagai jenis alat musik adat.
Ruang Gajah Merem: tempat beristirahat bagi para penyeimbang adat atau kepala suku.
Ijan Geladak: tangga masuk yang dilengkapi oleh atap atau rurung agung.
Kabik Tengah: tempat tidur anak.
Pada zaman dulu, Nuwo Sesat dibuat dari bahan-bahan alami, seperti kayu pada dinding dan penyangganya, batu pada pondasi, dan anyaman pada atap. Kini, meski tetap memiliki bentuk yang sama, beberapa material diganti lebih modern dengan alasan kualitas. Misalnya, mengganti atap anyaman dengan genting agar tahan lama.
Ada satu hal yang selalu menjadi pedoman masyarakat Lampung dalam membuat Nuwo Sesat. Pondasi mereka selalu berbentuk persegi dan diberi nama umpak batu. Pondasi ini selalu terbuat dari 35 buah tiang penyangga dan 20 buah tiang induk. Formasi ini dinilai aman dan membuat rumah menjadi lebih tahan lama.
Bagaimana, Bela? Ternyata rumah adat Lampung tak semata difungsikan sebagai tempat berteduh. Lebih dari itu, rumah adat Lampung digunakan pula untuk menyelamatkan diri dan tempat bermusyawarah. filosofis sekali, ya, Bela.