Tutup
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
unfortunately

Review ‘The Offering’: Bersekutu dengan Iblis, Bikin Semua Tokoh Habis

Upah besar yang harus dibayar jika kamu bermain dengan iblis

Niken Ari Prayitno

Sepertinya kita harus sepakat bahwa di agama mana pun, persekutuan dengan iblis adalah jalan tersesat yang bisa dialami oleh manusia jika mereka melakukannya. Meski menawarkan kemudahan dalam hidup, di sisi lain perjanjian dengan iblis juga meminta imbalan yang besar. Salah satunya, nyawa yang menjadi taruhannya.

Sinopsis: ketika iblis meminta imbalan atas ‘jasa’ yang sudah dilakukannya

Dok. Millenium Media

Karena tergiur dengan keuntungan yang akan didapatkannya, Yosille (Anton Trendafilov) melupakan semua ajaran Yahudi yang selama ini ditekuninya, dan beralih memuja iblis. Tanpa ia sadari, bahaya siap mengintai dirinya sebagai balasan atas apa yang telah dilakukannya.

Benar saja, entah apa yang salah, saat tengah melakukan ritual, Yosille terbunuh dan membuat iblis yang dipanggilnya terkunci di sebuah liontin. Sialnya, saat jasad Yosille tengah disemayamkan di rumah duka untuk dibersihkan, Arthur (Nick Blood) secara tak sengaja membuat liontin itu pecah dan iblis yang ada di dalamnya ‘lepas’.

Padahal saat itu, Arthur tengah kembali ke rumah orang tuanya, Saul (Allan Corduner) untuk memperbaiki hubungan mereka yang retak selama bertahun-tahun. Arthur juga membawa serta Claire (Emily Wiseman)–istrinya yang beragama non-Yahudi–untuk dikenalkan kepada Saul. 

Awalnya, Saul memang tak setuju Arthur menikah dengan Claire karena alasan agama yang dianut Claire. Belakangan, Saul menyetujui pernikahan mereka demi memperbaiki hubungannya dengan Arthur. Di sisi lain, kedatangan Arthur ke rumah Saul bukan hanya untuk itu. Arthur menyimpan banyak misteri yang secara tak langsung mengancam Saul.

Apa misteri yang disembunyikan Arthur dan apa hubungannya dengan iblis itu?

Angkat budaya Yahudi yang jarang ditampilkan di Indonesia

Dok. Millenium Media

Film yang menampilkan ritual pengusiran setan berdasarkan agama yang tayang di Indonesia, bisa terbilang cukup seragam. Biasanya, film ritual pengusiran setan dengan cara Islam, banyak diangkat di film lokal. Lalu untuk ritual pengusiran setan dengan cara Nasrani (possession), banyak ditemukan di film horor Hollywood. Namun, dalam The Offering menawarkan sesuatu yang berbeda. 

Oliver Park, sang sutradara, mencoba menghadirkan ritual Yahudi dalam film ini. Tentu, hal ini menjadi sesuatu yang jarang ditampilkan di film yang rilis di Indonesia. Bukan hanya menyajikan ritual pemanggilan iblis, bagaimana para Rabbi–sebutan untuk pemuka agama dalam film ini–berdoa, mengurus jenazah, hingga melakukan pengusiran iblis dengan cara Yahudi tergambar rapi di sini.

Film horor dengan vibes tahun 2000-an

Dok. Millenium Media

Terlepas dari budaya dan agama yang menjadi benang merah dari film ini, Oliver Park juga sukses membawa vibes tahun 2000-an ke dalam The Offering. Meski berlatar waktu di masa kini–ditandai dengan smartphone terkini yang dimiliki oleh para tokohnya–saat masuk ke rumah Saul, kita seolah masuk ke mesin waktu dan keluar di awal tahun 2000-an. Yakni, saat semua hal berbau digital masih asing dan bertransisi dari masa analog.

Saul yang tinggal di rumah bergaya Victoria dengan karpet dan dinding berwarna gelap, masih menggunakan peralatan analog, hingga memakai kippah (peci untuk pria Yahudi) yang berwarna putih konservatif berpadu kontras dengan peralatan masa kini yang serba digital milik Arthur. 

Dua hal yang kontras ini bukan hanya memperkaya cerita. Tapi, juga menambah suasana seram tanpa effort yang berlebihan. Tentu, rumah bergaya Victoria dengan lampu bohlam kuning saja sudah membuat bulu kuduk berdiri bahkan sebelum hantunya muncul, kan?

Kisah yang rapi di awal, berantakan di akhir

Dok. Millenium Media

Secara keseluruhan, The Offering menjadi tontonan baru yang cukup menghibur untuk disaksikan. Terlebih, jika kamu memang penggemar film horor dengan kisah ritual pengusiran iblis. Film ini bisa menjadi referensi yang berbeda. 

Penceritaan yang rapi dengan konflik para tokoh yang jelas di awal hingga pertengahan film, menghadirkan ketegangan yang intens. Sayangnya, pasca-klimaks menuju akhir film, Oliver Park seolah kehilangan kendali. 

Ending yang terkesan dragging dan terlalu bertele-tele, menjatuhkan ekspektasi yang telah terbangun baik sejak awal. Karena hal ini pula, plot twist yang diharapkan mampu menutup cerita, malah berakhir dengan pertanyaan: “gimana?”

Terlepas dari hal itu, film ini masih seru dan memacu adrenaline kamu, kok. Jadi, siap menyaksikannya di bioskop, mulai awal Februari 2023 ini, Bela?

IDN Media Channels

Latest from Inspiration