Tutup
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
unfortunately

Cerita Panjang Hindia di Balik Single "Setengah Tahun Ini"

kontemplasi yang mengubah sudut pandang

Niken Ari Prayitno

Sore itu, lelaki di balik Hindia dan vokalis band .Feast, Baskara Putra, menunjukkan deretan album vinyl dan CD yang berjajar rapi di salah satu sudut kamarnya kepada Popbela saat live. Album Maggie Rogers dan John Mayer yang ada di jajaran album koleksinya menarik perhatian Popbela. Disinggung hal itu, Baskara mengatakan kalau ia memang mendengar mereka.

"Iya, gue juga suka 1975," katanya sesaat sebelum memindahkan kamera untuk memamerkan koleksinya.

Namun, John Mayer menjadi musisi yang paling memengaruhinya untuk serius berkarier di dunia musik. Sebab, karena John Mayer-lah, Baskara berangan-angan bagaimana serunya bisa menuliskan perasaan yang ia rasakan, menuangkannya dalam karya dan banyak orang menyukai apa yang ia buat.

Ngomong-ngomong soal karya, di masa pandemi yang memaksanya berada di rumah, Baskara merilis single baru berjudul “Setengah Tahun Ini” setelah "Rumah ke Rumah", yang sekaligus menjadi pelengkap dari album Menari dengan Bayangan. Kepada Popbela, Baskara menceritakan bagaimana proses pembuatan single tersebut. Penasaran? Simak hasil wawancaranya berikut ini.

“Setengah Tahun Ini”, track pelengkap di album Menari dengan Bayangan

Instagram.com/wordfangs

“Setengah Tahun Ini” benar-benar rilis di pertengahan tahun 2020. Kisah di balik lagu ini bercerita tentang apa yang Baskara alami dan pikirkan di tengah pandemi yang terpaksa 'memenjarakan'nya di rumah.

“Sebenarnya di album pertama Hindia, 'Menari dengan Bayangan', gue sudah punya rencana mau punya track atau album 'bayangan' yang isinya melengkapi cerita dari album sebelumnya. Album Menari dengan Bayangan itu totalnya 15 track, dari dulu pengen punya track ke-16 atau 17. Track ke-16 itu isinya skit karena dalam album itu ada sekitar 3 skit, seperti interlude gitu, ada voice note, dan wejangan gitu. Kalau yang 17 ini belum kepikiran mau bikin apa. Tapi sepertinya akan baru mau gue tulis saat tur nanti dan dirilis pas tur juga di tahun yang padat ini kalau nggak ada pandemi. Harapannya bisa mengubah setlist kalau manggung," jelas lelaki 26 tahun tersebut.

Ia kembali melanjutkan,"Tapi ternyata kan ada pandemi ini, jadi nggak ada kegiatan offline sama sekali. Waktu itu belum kepikiran apapun mau bikin apa di track ke-17 ini. Sampai akhirnya gue menemukan apa yang ingin gue bicarakan itu di enam bulan ke belakang ini selama di rumah. Hal-hal yang ingin gue tulis dan hal-hal yang ingin gue bicarakan. Bisa dibilang album pertama itu seperti pembelajaran, bagaimana menyikapi hidup, bagaimana menyikapi masalah keluarga, teman, dan masalah finansial. Album pertama itu berisikan bagaimana gue hidup yang akhirnya tertuang di dalam lirik-liriknya."

"Lagu 'Setengah Tahun Ini' bagi gue adalah apa yang gue pikirin selama masa pandemi. Seolah kita sedang dites lah. Dites dari segi kesehatan, kita kuat atau nggak. Dari mental dan lingkungan sosial, siapa yang akan bertahan di hidup lo dan siapa yang nggak. Finansial, batin, dan semuanya. Kita sedang dites di masa ini dan gue merasa finalnya ada di lagu ini.”

Pandemi mengubah perspektif Baskara dalam menulis lagu

Instagram.com/wordfangs

Tak ada yang menyangka kalau tahun 2020 menjadi tahun yang berat untuk semua orang. Pandemi mengubah hidup banyak orang. Termasuk mengubah perspektif Baskara dalam menulis lagu.

“Saat gue menulis, gue pikir track ke-15 sudah menjadi final dan ending dari cerita di album itu. Tapi ya, namanya kehidupan, nggak secepat itu kita menemukan ujungnya. Ternyata apa yang gue alami belum ada apa-apanya dibandingkan dengan masalah yang sudah gue alami selama enam bulan ke belakang. Itu yang membuat perspektif gue agak bergeser untuk melihat album ini. Setelah menjalani enam bulan di masa pandemi ini, terus gue lihat lagi album pertama, gue seperti melihat sesuatu yang belum selesai," katanya.

Pandemi menyadarkan banyak orang agar hidup untuk hari ini

Instagram.com/wordfangs

Sadar nggak, sih, sebelum pandemi terjadi, kita seringkali melupakan apa yang akan kita alami hari ini. Kita terlalu fokus ke masa depan yang belum pasti. Tapi, karena pandemi ini, Baskara mengatakan bahwa ia tersadar bahwa betapa pentingnya hidup untuk hari ini.

“Kalau dilihat dari personal soal sudut pandang kehidupan, gue merasa kita tuh, sebelum pandemi ini terjadi, nggak ada bagian dari diri kita yang memikirkan soal life in the present. Kita selalu memikirkan masa depan, kayak kerjaan apa yang harus kita kerjakan besok, kerjaan apa yang harus gue kasih ke teman di kantor untuk bisa diselesaikan minggu depan, dan sebagainya. Tapi, pandemi ini tuh bikin kita semua mikir ya cuma untuk hari ini aja," terang lelaki bernama lengkap Daniel Baskara Putra tersebut.

"Kita nggak tahu besok tuh, ada apa. Apalagi pas awal-awal kemarin itu, semuanya gelap dan abu-abu. Kita sama sekali nggak tahu vaksinnya keluar kapan, kita nggak tahu PSBB-nya kelar kapan, kita juga nggak tahu punya uang atau nggak untuk survive dua bulan lagi, kita nggak tahu bisa bayar cicilan atau nggak. Itu satu yang gue pelajari untuk bertahan hidup saat selama empat-enam bulan terakhir," tambahnya.

Kejadian dan situasi yang Baskara alami mengilhaminya dalam menulis lirik lagu

Instagram.com/wordfangs

Beralih ke proses kreatif penulisan lagu, Baskara mengatakan bahwa ia seringkali menulis lagu yang liriknya terinspirasi kejadian dan situasi yang ia alami sehari-hari. Bahkan, ia juga pernah terinspirasi menulis lagu dari tulisan yang ia baca di belakang truk saat sedang di tol.

“Gue punya kebiasaan untuk menulis di ponsel atau notes kalimat yang gue baca. Biasanya gue tulis dulu kalimat yang memang kuat banget. Salah satu kejadiannya ada di lagu Feast. (band Baskara) Ada satu lagu, awal liriknya ‘bawa pesan ini ke keluargamu’. Kalimat itu gue temukan dari buku rohani tua. Pas awal baca, gue merasa 'wah ini kalimat sangat kuat', terus gue rombak ulang. Terus kalimat ‘hidup bukan untuk saling mendahului’ yang gue temukan di belakang truk pasir di tol.”

Memang, tulisan yang ia baca itu tak serta-merta langsung menjadi lagu begitu saja. Baskara menjahit kalimat yang ia temukan itu dengan memori atau kejadian yang sedang ramai dibicarakan, sehingga lagunya bisa mewakili apa yang ia rasakan.

“Menurut gue kalimat-kalimat yang kuat itu harus segera didokumentasikan karena dia bisa berkecambah menjadi sebuah karya yang lain dan bisa mewakili apa yang gue pikirkan.”

Tak takut dengan kritik serta berani meminta maaf tanpa mengakhirnya dengan "tapi"

Instagram.com/wordfangs

Sama seperti musisi lainnya, karya Baskara pun tak lepas dari kritikan. Bahkan tak hanya karyanya, ucapan yang terlontar dari Baskara, yang kini sudah menjadi figur publik, pernah menuai pro dan kontra. Menanggapi hal ini, Baskara mengatakan tak takut dengan kritik dan berani mengakui kesalahan argumen yang pernah ia lontarkan.

“Kita nggak bisa menyamakan pengalaman dan nilai pribadi lo untuk orang lain. Gue sendiri merasa saat itu sudah menyampaikan argumen dengan cara yang tidak bijak. Di momen itu gue merasa ya, gue salah. Nggak ada pembelaan di luar itu. Terlepas argumen itu benar atau salah, aku mengakui kalau aku menyampaikannya dengan cara yang salah. Menurutku, nggak heran kalau pada akhirnya menuai tanggapan yang seperti itu. Andaikan gue bisa menyampaikannya dengan cara yang lebih dewasa, mungkin masalah itu nggak akan kejadian. Salah satu hal paling sulit saat aku menjadi lebih dewasa adalah mengakui kesalahan tanpa 'tapi',” jelasnya panjang lebar.

Ingin lagunya tetap terasa familiar

Pada sebuah wawancara, Baskara pernah mengatakan bahwa ia ingin karyanya bisa familiar, evergreen dan bisa dipertanggungjawabkan hingga bisa didengar oleh anak cucunya kelak. Untuk mencapai apa yang ia inginkan, Baskara berpendapat bahwa sampai saat ini yang bisa ia lakukan adalah dengan memperkuat lagunya dari sisi song writing.

Ia pun melanjutkan, “Buat gue manusia itu diberkahi dengan otak yang bisa menakar etika sehingga kita menjadi makhluk yang paling hiprokit di dunia. Pemahaman tersebut masih akan gue pegang untuk saat ini. Tapi gue nggak tahu besok, karena semua orang berubah.  Saat ini gue masih yakin dan berpendapat bahwa lagu yang gue buat ini kuat di song writing, bukan producing. Sehingga, mau diubah bagaimana pun, lagu gue nggak akan berubah nantinya,” tutur Baskara.

Ternyata proses penulisan sebuah lagu bagi Baskara sangatlah panjang dan bukan hanya rajutan melodi cepat saji. Namun di baliknya, banyak hal filosofis yang disampaikan untuk membantu para pendengarnya meluapkan emosi ke udara.

Sudah dengar lagu “Setengah Tahun Ini”, Bela?

IDN Media Channels

Latest from Inspiration