Tutup
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
unfortunately

30 Puisi Kemerdekaan 17 Agustus yang Menyentuh dan Bermakna

Baca dan resapi puisi kemerdekaan ini, ya!

Nafi' Khoiriyah

Sebentar lagi, Indonesia akan merayakan hari kemerdekaannya yang ke-78. Momen itu tentu tak boleh dilewatkan begitu saja. Ada beragam cara yang bisa kamu lakukan untuk memaknai kemerdekaan.

Salah satu cara untuk memaknai kemerdekaan adalah dengan membaca puisi kemerdekaan 17 Agustus. Pasalnya, lewat puisi kita bisa merasakan semangat perjuangan dan pengorbanan para pahlawan Indonesia. 

Puisi juga bisa menjadi bentuk penghormatan kepada mereka yang telah berjuang untuk kemerdekaan Indonesia. Oleh karena itu, Popbela.com telah merangkum 30 puisi kemerdekaan 17 Agustus yang bisa kamu baca dan resapi. 

1. Puisi kemerdekaan 17 Agustus tentang perjuangan

freepik.com/master1305

Puisi kemerdekaan 17 Agustus yang pertama adalah tentang perjuangan. Seperti yang diketahui, para pahlawan tidak mudah dalam berjuang mendapatkan kemerdekaan Indonesia. 

Sebelum proklamasi dibacakan, para pahlawan berusaha melepaskan diri dari penjajahan yang sudah berpuluh-puluh tahun dialami Indonesia. Mereka juga rela mengorbankan pikiran, waktu, bahkan nyawanya untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini. 

Untuk mengenang perjuangan para pahlawan itu, berikut beberapa puisi yang bertema perjuangan. 

  1. Doa Seorang Serdadu Sebelum Perang
    Karya: W.S. Rendra

    Tuhanku,
    Wajah-Mu membayang di kota terbakar
    Dan firmanMu terguris di atas ribuan
    Kuburan yang dangkal

    Anak menangis kehilangan bapa
    Tanah sepi kehilangan lelakinya
    Bukannya benih yang disebar di bumi subur ini
    Tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia

    Apabila malam turun nanti
    Sempurnalah sudah warna dosa
    Dan mesiu kembali lagi bicara
    Waktu itu, Tuhanku,
    Perkenankan aku membunuh
    Perkenankan aku menusukkan sangkurku

    Malam dan wajahku
    Adalah satu warna
    Dosa dan nafasku
    Adalah satu udara.
    Tak ada lagi pilihan
    Kecuali menyadari
    -biarpun bersama penyesalan-

    Apa yang bisa diucapkan
    Oleh bibirku yang terjajah ?
    Sementara kulihat kedua lengaMu yang capai
    Mendekap bumi yang mengkhianatiMu
    Tuhanku
    Erat-erat kugenggam senapanku
    Perkenankan aku membunuh
    Perkenankan aku menusukkan sangkurku

  2. Museum Perjuangan
    Karya: Kuntowijoyo

    Susunan batu yang bulat bentuknya
    Berdiri kukuh menjaga senapan tua
    Peluru menggeletak di atas meja
    Menanti putusan pengunjungnya.

    Aku tahu sudah, di dalamnya
    Tersimpan darah dan air mata kekasih
    Aku tahu sudah, di bawahnya
    Terkubur kenangan dan impian
    Aku tahu sudah, suatu kali
    Ibu-ibu direnggut cintanya
    Dan tak pernah kembali

    Bukalah tutupnya
    Senapan akan kembali berbunyi
    Meneriakkan semboyan
    Merdeka atau Mati.

    Ingatlah, sesudah sebuah perang
    Selalu pertempuran yang baru
    Melawan dirimu. 

  3. Gerilya
    Karya: W.S Rendra

    Tubuh biru
    Tatapan mata biru
    Lelaki berguling di jalan

    Angin tergantung
    Terkecap pahitnya tembakau
    Bendungan keluh dan bencana

    Tubuh biru
    Tatapan mata biru
    Lelaki berguling dijalan

    Dengan tujuh lubang pelor
    Diketuk gerbang langit
    Dan menyala mentari muda
    Melepas kesumatnya

    Gadis berjalan di subuh merah
    Dengan sayur-mayur di punggung
    Melihatnya pertama

    Ia beri jeritan manis
    Dan duka daun wortel

    Tubuh biru
    Tatapan mata biru
    Lelaki berguling dijalan

    Orang-orang kampung mengenalnya
    Anak janda berambut ombak
    Ditimba air bergantang-gantang
    Disiram atas tubuhnya

    Tubuh biru
    Tatapan mata biru
    Lelaki berguling dijalan

    Lewat gardu Belanda dengan berani
    Berlindung warna malam
    Sendiri masuk kota
    Ingin ikut ngubur ibunya

  4. Diponegoro 
    Karya: Chairil Anwar

    Di masa pembangunan ini
    Tuan hidup kembali
    Dan bara kagum menjadi api
    Di depan sekali tuan menanti
    Tak genta. Lawan banyaknya seratus kali.
    Pedang di kanan, keris di kiri
    Berselempang semangat yang tak bisa mati.

    Maju
    Ini barisan tak bergenderang-berpalu
    Kepercayaan tanda menyerbu
    Sekali berarti
    Sudah itu mati

    Maju
    Bagimu Negeri
    Menyediakan api
    Punah di atas menghamba
    inasa di atas ditinda
    Sungguhpun dalam ajal baru tercapai
    Jika hidup harus merasai

    Maju
    Serbu
    Serang
    Terjang

  5. Lagu dari Pasukan Terakhir
    Karya: Asrul Sani

    Pada tapal terakhir sampai ke Jogja
    Bimbang telah datang pada nyala
    Langit telah tergantung suram
    Kata-kata berantukan pada arti sendiri.
    Bimbang telah datang pada nyala
    Dan cinta tanah air akan berupa
    Peluru dalam darah
    Serta nilai yang bertebaran sepanjang masa
    Bertanya akan kesudahan ujian
    Mati atau tiada mati-matinya

    O Jenderal, bapa, bapa,
    Tiadakan engkau hendak berkata untuk kesekian kali
    Ataukah suatu kehilangan keyakinan
    Hanya kanan tetap tinggal pada tidak-sempurna
    Dan nanti tulisan yang telah diperbuat sementara
    Akan hilang ditup angin, karena
    Ia berdiam di pasir kering
    O Jenderal, kami yang kini akan mati
    Tiada lagi dapat melihat kelabu
    Laut renangan Indonesia.
    O Jenderal, kami yang kini akan jadi
    Tanah, pasir, batu dan air
    Kami cinta kepada bumi ini

    Ah mengapa pada hari-hari sekarang, matahari
    Sangsi akan rupanya, dan tiada pasti pada cahaya
    Yang akan dikirim ke bumi.

    Jenderal, mari Jenderal
    Mari jalan di muka
    Mari kita hilangkan sengketa ucapan
    Dan dendam kehendak pada cacat-keyakinan,
    Engkau bersama kami, engkau bersama kami,
    Mari kita tinggalkan ibu kita
    Mari kita biarkan istri dan kekasih mendoa
    Mari jenderal mari
    Sekali in derajat orang pencari dalam bahaya,
    Mari jenderal mari jenderal mari, mari....

  6. Putra-Putra Ibu Pertiwi
    Karya: Mustofa Bisri

    Bagai wanita yang tak ber-ka-be saja
    Ibu pertiwi terus melahirkan putra-putranya
    Pahlawan-pahlawan bangsa
    Dan patriot-patriot negara
    (Bunga-bunga
    kalian mengenalnya
    Atau hanya mencium semerbaknya)

    Ada yang gugur gagah dalam gigih perlawanan
    Merebut dan mempertahankan kemerdekaan
    (Beberapa kuntum
    dipetik bidadari sambil senyum
    Membawanya ke sorga tinggalkan harum)

    Ada yang mujur menyaksikan hasil perjuangan
    Tapi malang tak tahan godaan jadi bajingan
    (Beberapa kelopak bunga
    di tenung angin kala
    Berubah jadi duri-duri mala)

    Bagai wanita yang tak ber-ka-be saja
    Ibu pertiwi terus melahirkan putra-putranya
    Pahlawan-pahlawan dan bajingan-bajingan bangsa
    (di Taman Sari
    bunga-bunga dan duri-duri
    Sama-sama diasuh mentari)

    Anehnya yang mati tak takut mati justru abadi
    Yang hidup senang hidup kehilangan jiwa
    (Mentari tertawa sedih memandang pedih
    Duri-duri yang membuat bunga-bunga tersisih)

2. Puisi kemerdekaan 17 Agustus dari penyair

pexels.com/Suzy Hazelwood

Masa-masa kemerdekaan yang kita ketahui saat ini sebagian besar dari sejarahnya saja. Padahal, para penyair telah menuliskan puisi kemerdekaan 17 Agustus yang bisa kita resapi untuk mengetahui situasi di masa itu. 

Para penyair mulai dari Moh. Yamin, Taufik Ismail, hingga Widji Tukul menyuarakan pemikirannya tentang kemerdekaan melalui karyanya.

Oleh karena itu, penting bagi kita membaca karya-karya mereka agar kemerdekaan Republik Indonesia ini dimaknai secara lebih mendalam.

Berikut puisi-puisi para penyair tentang kemerdekaan. 

  1. Kita Adalah Pemilik Sah Negeri Ini
    Karya: Taufik Ismail

    Tidak ada pilihan lain
    Kita harus berjalan terus
    Karena berhenti atau mundur
    Berarti hancur

    Apakah akan kita jual keyakinan kita
    Dalam pengabdian tanpa harga
    Akan maukah kita duduk satu meja
    Dengan para pembunuh tahun yang lalu

    Dalam setiap kalimat yang berakhiran
    “Duli Tuanku ?”
    Tidak ada lagi pilihan lain
    Kita harus berjalan terus
    Kita adalah manusia bermata sayu, yang di tepi jalan

    Mengacungkan tangan untuk oplet dan bus yang penuh
    Kita adalah berpuluh juta yang bertahun hidup sengsara
    Dipukul banjir, gunung api, kutuk dan hama
    Dan bertanya-tanya, inikah yang namanya merdeka

  2. Merdeka atau Mati
    Karya: Moh. Yamin

    Darah di tanah tak bertuan menggenang
    Ratusan nyawa melayang
    Bergelimpangan di medan perang
    Mengangkat panji kemenangan
    Seorang pejuang berteriak lantang
    Gagah berani memegang senjata lawan penjajah
    Dua kata menjadi pilihan
    Merdeka atau mati
    Tubuh kekar dihujani peluru
    Penuh lubang di sekujur tubuh
    Darah bercucuran mereka tetap tegak berdiri
    Sekali lagi lantangkan merdeka atau mati

  3. Hari Kemerdekaan
    Karya: Sapardi Djoko Damono

    Akhirnya tak terlawan olehku
    Tumpah di mataku, dimata sahabat-sahabatku
    Ke hati kita semua
    Bendera-bendera dan bendera-bendera
    Bendera kebangsaanku

    Aku menyerah kepada kebanggan lembut
    Tergenggam satu hal dan kukenal
    Tanah dimana ku berpijak berderak
    Awan bertebaran saling memburu
    Angin meniupkan kehangatan bertanah air
    Semat getir yang menikam berkali
    Makin samar

    Mencapai puncak ke pecahnya bunga api
    Pecahnya kehidupan kegirangan
    Menjelang subuh aku sendiri
    Jauh dari tumpahan keriangan di lembah
    Memandangi tepian laut

    Tetapi aku menggenggam yang lebih berharga
    Dalam kelam kulihat wajah kebangsaanku
    Makin bercahaya makin bercahaya
    Dan fajar mulai kemerahan

  4. Karawang-Bekasi
    Karya: Chairil Anwar

    Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi
    Tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi.
    Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
    Terbayang kami maju dan mendegap hati?

    Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
    Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
    Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
    Kenang, kenanglah kami.
    Kami sudah coba apa yang kami bisa
    Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa

    Kami cuma tulang-tulang berserakan
    Tapi adalah kepunyaanmu
    Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
    Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
    Atau tidak untuk apa-apa,

    Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
    Kaulah sekarang yang berkata
    Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
    Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

    Kenang, kenanglah kami
    Teruskan, teruskan jiwa kami
    Menjaga Bung Karno
    Menjaga Bung Hatta
    Menjaga Bung Sjahrir

    Kami sekarang mayat
    Berikan kami arti
    Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian

    Kenang, kenanglah kami
    Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
    Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi

  5. Bunga dan Tembok
    Karya: Widji Thukul

    Seumpama bunga
    Kami adalah bunga yang tak
    Kau hendaki tumbuh
    Engkau lebih suka membangun
    Rumah dan merampas tanah

    Seumpama bunga
    Kami adalah bunga yang tak
    Kau kehendaki adanya
    Engkau lebih suka membangun
    Jalan raya dan pagar besi

    Seumpama bunga
    Kami adalah bunga yang
    Dirontokkan di bumi kami sendiri

    Jika kami bunga
    Engkau adalah tembok itu
    Tapi di tubuh tembok itu
    Telah kami sebar biji-biji
    Suatu saat kami akan tumbuh bersama
    Dengan keyakinan: engkau harus hancur!

    Dalam keyakinan kami
    Di manapun – tirani harus tumbang!

  6. Prajurit Jaga Malam 
    Karya; Chairil Anwar 

    Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu?
    Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras,
    bermata tajam
    Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya
    kepastian
    ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini
    Aku suka pada mereka yang berani hidup
    Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam
    Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu……
    Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu!

3. Puisi kemerdekaan 17 Agustus yang menyentuh

unsplash.com/Álvaro Serrano

Puisi merupakan karya sastra yang bisa menyentuh para pembacanya. Namun, membuat puisi yang menyentuh juga tidak mudah. 

Di momen kemerdekaan ini, puisi kemerdekaan 17 Agustus di bawah ini bisa menjadi inspirasi untuk menulis puisi yang menyentuh. 

Tema-tema puisi yang menyentuh seputar 17 Agustus bisa bermacam-macam, mulai dari suasana 17 Agustus sampai kritik terhadap hal-hal yang dianggap tidak adil.

Harapannya, momen kemerdekaan bisa terus dikenang dan diabadikan lewat tulisan. Berikut beberapa puisi menyentuh yang menginspirasi. 

  1. Jakarta 17 Agustus Dini Hari
    Karya: Sitor Situmorang

    Sederhana dan murni
    Impian remaja
    Hikmah kehidupan
    BerNusa
    BerBangsa
    BerBahasa
    Kewajaran napas
    Dan degub jantung
    Keserasian beralam
    Dan bertujuan
    Lama didambakan
    Menjadi kenyataan
    Wajar, bebas
    Seperti embun
    Seperti sinar matahari
    Menerangi bumi
    Di hari pagi
    Kemanusiaan
    Indonesia Merdeka
    17 Agustus 1945

  2. Pahlawan Tak Dikenal
    Karya: Toto Sudarto Bachtiar

    Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
    Tetapi bukan tidur, sayang
    Sebuah lubang peluru bundar di dadanya
    Senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang

    Dia tidak ingat bilamana dia datang
    Kedua lengannya memeluk senapan
    Dia tidak tahu untuk siapa dia datang
    Kemudian dia terbaring, tapi bukan tidur sayang

    Wajah sunyi setengah tengadah
    Menangkap sepi padang senja
    Dunia tambah beku di tengah derap dan suara merdu
    Dia masih sangat muda

    Hari itu 10 November, hujanpun mulai turun
    Orang-orang ingin kembali memandangnya
    Sambil merangkai karangan bunga
    Tapi yang nampak, wajah-wajahnya sendiri yang tak dikenalnya

    Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
    Tetapi bukan tidur, sayang
    Sebuah peluru bundar di dadanya
    Senyum bekunya mau berkata: aku sangat muda.

  3. Atas Kemerdekaan
    Karya: Sapardi Djoko Damono

    Kita berkata: jadilah
    Dan kemerdekaan pun jadilah bagai laut
    Di atasnya: langit dan badai tak henti-henti
    Di tepinya cakrawala

    Terjerat juga akhirnya
    Kita, kemudian adalah sibuk
    Mengusut rahasia angka-angka
    Sebelum Hari yang ketujuh tiba

    Sebelum kita ciptakan pula Firdaus
    Dari segenap mimpi kita
    Sementara seekor ular melilit pohon itu:
    Inilah kemerdekaan itu, nikmatkanlah

  4. Merdekalah Bangsaku
    Karya: Moh. Yamin

    Sejarahmu terus terkenang diingatanku
    Tujuh belas Agustus saksi bisu hari kobebasanku
    Para pahlawan bertaruh keras pertahankan keutuhanmu
    Sebagai kenangan sepanjang hidup
    Indonesia kini merdeka
    Berkibarnya sang merah putih bawa napas lega tanpa nestapa
    Mengenang cerita berderailah air mata
    Kemerdekaan hilangkan jeritan lara

    Indonesia merdeka...
    Lahirkan pemuda pemudi bangsa
    Terbang ke awan menguak kedamaian
    Menengok ke kanan bawa kebaikan
    Kaki cengkeram erat semboyan kemerdekaan

  5. Di Bawah Selimut Kedamaian Palsu
    Karya Widji Thukul

    Apa guna punya ilmu
    Kalau hanya untuk mengibuli
    Apa gunanya banyak baca buku
    Kalau mulut kau bungkam melulu
    Di mana-mana moncong senjata
    Berdiri gagah
    Kongkalikong
    Dengan kaum cukong
    Di desa-desa
    Rakyat dipaksa
    Menjual tanah
    Tapi, tapi, tapi, tapi
    Dengan harga murah
    Apa guna banyak baca buku
    Kalau mulut kau bungkam melulu

  6. Gugur
    Karya: WS. Rendra

    Ia merangkak
    di atas bumi yang dicintainya
    Tiada kuasa lagi menegak
    Telah ia lepaskan dengan gemilang
    pelor terakhir dari bedilnya

    Ke dada musuh yang merebut kotanya
    Ia merangkak
    di atas bumi yang dicintainya
    Ia sudah tua
    luka-luka di badannya

    Bagai harimau tua
    susah payah maut menjeratnya
    Matanya bagai saga
    menatap musuh pergi dari kotanya
    Sesudah pertempuran yang gemilang itu
    lima pemuda mengangkatnya
    di antaranya anaknya

    Ia menolak
    dan tetap merangkak
    menuju kota kesayangannya
    Ia merangkak
    di atas bumi yang dicintainya

    Belum lagi selusin tindak
    maut pun menghadangnya
    Ketika anaknya memegang tangannya,

    ia berkata:
    ”Yang berasal dari tanah
    kembali rebah pada tanah.
    Dan aku pun berasal dari tanah
    tanah Ambarawa yang kucinta
    Kita bukanlah anak jadah
    Kerna kita punya bumi kecintaan.

4. Puisi kemerdekaan 17 Agustus tentang pengorbanan

pexels.com/Wallace Chuck

Selain berjuang mendapatkan kemerdekaan Indonesia, para pahlawan juga mengorbankan segala yang dimiliki untuk bangsanya. 

Mereka rela menghabiskan waktu, tenaga, bahkan mempertaruhkan nyawanya. Berkat pengorbanan itulah kini Indonesia bisa bebas dari bangsa penjajah. 

Di masa penjajahan, ada banyak pahlawan yang gugur dengan hormat sebagai pejuang. Berikut adalah puisi puisi kemerdekaan 17 Agustus tentang pengorbanan para pahlawan di masa lalu. 

  1. Kulihat Patung Pejuang
    Karya: Ryan Rachman

    Kulihat Patung Pejuang
    Ku lihat patung pejuang
    Berdiri di tepi jalan
    Yang satu terluka
    Yang lain memapahnya Keduanya seolah berkata:

    "Lihat tetes darah kami nak
    Membasah di haribaan ibu pertiwi
    Tak sempat kami melihat kalian
    Hidup nyaman tanpa ketakutan"

    Lalu aku tersentak
    Leluhurku gugur berkalang tanah
    Melepas nyawa untuk merdeka

  2. Kami
    Karya: Mansur Samin

    Kami tak sia-sia mempertahankan bumimu ini
    menyerahkan gerak jiwa masak oleh tenaga
    pandanglah jalan suram masa kalut yang dikeluhi
    setiap kata mencari nilai dalam benda


    Kami tak sia-sia mempertahankan keindahanmu ini
    melepaskan ria dunia mencari arti sederhana
    lihatlah kedamaian sejuk larut diremuk hari
    seluruh malam menepis tibanya fajar


    Kami telah bercinta dengan dunia dan air mata
    inilah masa retak menghancurkan bintang sejarah
    kesederhanaan jiwa menggelita sudah
    tinggal kecewa melulu menjenguki hati yang mabuk
    dan dari kerentaan pencapaian bentuk
    pitam berkata: Tuhan sudah tiada di dunia!


    Kami tak sia-sia mempertaruhkan jiwa ini
    merebut derita dunia mendengungkan tangis anak manusia
    bangkitlah penyair, rebut sikap yang masih kita miliki
    seluruh makna kembalikan pada pencapaian sederhana.

  3. Merdeka Sejak Muda
    Karya: Ozy V. Alandika

    Indonesia sudah menua
    Aku masih muda
    Tunas baru bertumbuh
    Membaca teks proklamasi

    Masih mengeja
    Tapi biarlah
    Kita sudah merdeka sejak muda
    Boleh belajar dan berkarya

    Boleh berpendapat dan berbicara
    Boleh bermimpi dan bercita-cita
    Baik hari ini maupun seterusnya

  4. Terkepung
    Karya: Sulaiman Juned

    Seperti angin lolos dari kepungan

    Keinginan berjuang
    seperti desir angin membelai hati
    sedang aku membutuhkan pejuang yang memiliki
    cinta.

    Keinginan berjuang
    adalah matahari yang memberi kehidupan
    juga rembulan menuntun pejalan
    di kegelapan.

     Keinginan berjuang
    penjilat dan pengkhianat bermain-main di sungai cinta
    untuk melemahkan kasih sayang, lalu induk burung
    didapatkan karena anaknya.

    : Biarlah padi menguning dinikmati para cucu
    Ah!

  5. Sajak Anak-Anak Mati
    Karya: Goenawan Mohamad

    Tiga anak menari
    tentang tiga burung gereja
    Kemudian senyap
    disebabkan senja

    Tiga lilin kuncup
    pada marmer meja
    Tiga tik-tik hujan tertabur
    Seperti tak sengaja

    "Bapak, jangan menangis"

  6. Indonesia Sudah Merdeka
    Karya: Asty Kusumadewi

    Penjajah melawan Indonesia
    Peperangan di belahan penjuru Nusantara
    Bambu runcing senjata utama
    Memperjuangkan Indonesia merdeka
    Konon katanya, sepotong roti lebih berharga
    Soedirman jadi korbannya
    Pengkhianat bangsa tunduk menggadaikan harga dirinya
    Bersyukur, Jenderal dilindungi oleh Yang Maha Esa
    Indonesia sudah merdeka
    Kapten Pattimura dengan pedangnya
    Jenderal Soedirman dengan tandunya
    Pangeran Diponegoro dengan gerilyanya
    Melawan penjajah sebegitu kuatnya
    Ucapkan syukur kepada Tuhan kita
    Dengan segala upaya
    Dengan pertumpahan darahnya
    Indonesia, sudah.. Merdeka!!

5. Puisi kemerdekaan 17 Agustus singkat

unsplash.com/Debby Hudson

Untuk memeriahkan hari kemerdekaan tanggal 17 Agustus, biasanya digelar berbagai perlombaan termasuk baca puisi. 

Namun, membaca puisi untuk lomba biasanya disediakan waktu yang begitu singkat. Alhasil, kamu harus pintar-pintar memilih puisi yang singkat.

Berikut puisi kemerdekaan 17 agustus yang singkat dan padat.

  1. Pejuang Kemerdekaan
    Karya: Rahmy Ardhy

    Merah darahmu menggelora
    Semangat juangmu membara
    Tak pernah padam
    Meski harus berkorban nyawa
    Meski harus menderita
    Kau telah memperjuangkan
    Kemerdekaan Indonesia
    Dengan perkasa
    Dengan susah payah
    Tanpa keluh kesah
    Tak akan kami sia-siakan hasil
    Perjuanganmu
    Akan kami isi dengan membangun negeri
    Agar Indonesia semakin mandiri.

  2. Pemuda Pahlawan
    Karya: Riky Fernandes

    Gelagat keharuan tercium bagai bangkai kecoa yang mulai hancur.
    Waktumu tidak banyak di atas fana.
    Rapatkan jari-jemarimu agar sampai menuju menara
    Bulatkan tekadmu untuk melawan arus kebencian setiap manusia-manusia itu.
    Kukuhkan dua kakimu sampai ke kepala.
    Tarik tali pelontar kain merah putihmu.
    Usah kau sujud di atas tanah itu.
    Tancapkan saja tiang semangatmu setinggi mungkin.
    Senyummu kian memanis dengan topi jerami berwarna gelap.
    Dan saat itulah kau akan tahu betapa sulitnya hidup.
    Dengan hias keringat tanpa peduli hari telah mencapai senja.

  3. Pahlawananku
    Karya: Riza Hidayat

    Pahlawanku..
    Bagaimana ku bisa
    Membalas jasa-jasamu
    Yang telah kau berikan untuk bumi pertiwi
    Haruskah aku turun ke medan perang
    Haruskah aku mandi berlumuran darah
    Haruskah aku tertembak peluru penjajah
    Aku tak tahu cara untuk membalas jasamu
    Engkau relakan nyawamu
    Demi suatu kemerdekaan yang mungkin
    Tak bisa kau raih dengan tanganmu sendiri
    Pahlawanku.. engkaulah bunga bangsa

  4. Mengenang
    Karya: Yuliani Megantari

    Muak jadi budak
    Mereka maju dengan penuh yakin
    Menentang benteng besi bersama
    Sembilan obor telah menancap di sudut- sudut bumi
    Bumi yang telah basah
    Ketika mereka bergegas
    Di pintu pagi yang cemas
    Aku hanya dapat menanti kabar dari langit dan bumi
    Dentang jam berbunyi detik demi detik
    Mereka telah pergi
    Kembali pada cahaya, yang menjadi air
    Mengalir pada muara yang tak pernah berbatas
    Kembali pada api, tanah pijakan ibu pertiwi
    Terbang ke atas langit tak berlapis yang menyatu bersama udara
    Merongga dalam kekekalan
    Bumi telah mencatat nama mereka
    Pada sebuah puisi yang kurangkai ini
    Dan terkenang menjadi dongeng anak negeri

  5. Apa Kata Bung Hatta
    Karya: Hati Nurahayu

    Banyak kata untuk negeri
    Terjujur dari jiwa yang murni
    Indonesia ada selalu di hati
    Terucap pesan yang terpatri
    Persatuan satu harus miliki
    Jangan pudar karena dari para pembenci
    Memecah belah negeri
    Karena ingin kita dikuliti
    Jatuh bangunnya negeri
    Ingatlah selalu tertanam di diri
    Bersatu padu selalu ada di jiwa kami
    Penjajah pemecah belah takut kekuatan ini

  6. Hikmah Kemerdekaan
    Karya: Yamin

    Tujuh puluh empat tahun silam
    Ku belum dipertemukan
    Raga belum terwujud
    Nyawa belum bersemayam
    Tapi tampak sinyal kehidupan
    Di usiaku yang separuh baya ini
    Aku hanya bisa menikmatimu
    Belum bisa memberi warna
    Teruntuk negeri ini
    Pagi merayap siang
    Tepat pukul sepuluh detik-detikmu diperdengarkan
    Pekik merdeka menggema mengangkasa ke penjuru negeri
    Dengan rasa haru ke sambut pekikmu

Itulah 30 puisi kemerdekaan 17 Agustus yang bisa kamu baca dan resapi maknanya di momen membahagiakan ini. Lewat puisi di atas, semoga kamu bisa meresapi makna kemerdekaan dengan lebih dalam. 

Menurutmu, mana puisi tentang kemerdekaan yang paling menyentuh? 

IDN Media Channels

Latest from Inspiration