Cut Nyak Dien adalah seorang pahlawan nasional yang berasal dari Lampadang, Kerajaan Aceh. Ia lahir pada tahun 1848 dan memiliki keturunan bangsawan Aceh dari keluarga Teuku Nanta Seutia, seorang panglima perang. Sebagai seorang perempuan yang tangguh dan berani, Cut Nyak Dien memiliki peran dalam perjuangan melawan penjajahan Belanda.
Melansir dari gramedia.com, saat Cut Nyak Dien berusia 12 tahun, ia dijodohkan dengan Teuku Ibrahim Lamnga, putra dari Teuku Po Amat, Uleebalang Lam Nga XIII. Suaminya merupakan seorang pemuda yang memiliki wawasan luas dan taat agama.
Selama memperjuangkan kemerdekaan, ia ikut serta dalam melakukan perlawanan pada pasukan Belanda. Pada 26 Maret 1873, Belanda melakukan perang dengan Aceh dan menggunakan kapal Citadel van Antwerpen, dengan melepaskan meriam ke daratan Aceh. Kejadian tersebut, mengakibatkan seluruh penduduk harus mengungsi dan mencari tempat tinggal lain.
Sementara itu, Teuku Ibrahim memiliki tekad dalam merebut kembali daerah VI Mukim. Ia melakukan pertempuran di Gle Tarum hingga menewaskan dirinya pada tanggal 29 Juni 1878. Hal ini membuat Cut Nyak Dien marah dan bersumpah akan menghancurkan Belanda.
Selepas kematian suaminya, Cut Nyak Dien menikah kedua kalinya dengan Teuku Umar, seorang tokoh pejuang Aceh. Mereka berdua memiliki tujuan yang sama untuk melawan Belanda. Meskipun pada akhirnya, Teuku Umar gugur dalam perang di Meulaboh, Cut Nyak Dien tidak menyerah dan tetap melakukan perlawanan selama 6 tahun.
Ia berjuang bersama rakyat lainnya dan menghadapi berbagai kondisi yang rumit. Pang Laot, seorang pengawal Cut Nyak Dien melakukan pengkhianatan dan melaporkan markas mereka ke Belanda. Setelah tertangkap oleh pasukan Belanda, Cut Nyak Dien diasingkan ke Sumedang, Jawa Barat pada tanggal 6 November 1907. Setahun setelah pengasingannya, Cut Nyak Dien memiliki kondisi tubuh yang sudah merenta dan menghembuskan napas terakhirnya.