Menurut para narsis, mereka tidak pernah menjadi masalah karena semua orang yang bermasalah, bukan dirinya. Namun, mentalitas "selalu benar" ini sangat kuat pada seorang victim narcissist atau "orang narsis yang selalu merasa menjadi korban".
Subtipe narsistik ini paling tidak terduga dan terkadang sulit dikenali. Seperti namanya, mereka selalu bertindak seolah-olah menjadi korban dan menolak untuk bertanggung jawab atas apa yang sudah dilakukannya.
Apa itu "victim syndrome" dalam narsisme?
Menurut terapis Natalie Jambazian, LMFT, "Victim syndrome dalam narsisme adalah ketika orang narsis merasa tidak bersalah dan memanipulasi situasi untuk menerima simpati, mengalihkan tanggung jawab, dan menggambarkan dirinya sebagai orang yang diperlakukan tidak adil."
Mereka memainkan “kartu” ini ketika sebenarnya bersalah, tetapi tidak mau mengalah. Mereka juga enggan menerima feedback dan kritik yang membangun. Sikap ini bisa menyebabkan orang lain yang merasa menjadi masalah.
Terapis Antionette Bonafede, LMSW, menambahkan, “Jika ada orang yang tidak mengakui secara terbuka betapa istimewa dirinya, mereka akan memutuskan hubungan dengan orang tersebut.”
Jadi, dengan mengaku sebagai korban, ini adalah salah satu cara seorang victim narcissists menggunakan manipulasi untuk mempertahankan image dirinya.
Alasan orang narsis berpura-pura menjadi korban
Bagi orang narsis, image positif sangatlah penting. Natalie mengatakan, mereka ingin semua orang berpikir bahwa mereka cerdas, sukses, dan memiliki moral yang baik. Mereka akan melakukan apa pun yang diperlukan untuk mewujudkannya.
Salah satu alasannya karena memiliki reputasi tersebut akan menguntungkan dan memungkinkan mereka untuk terus melakukan apa yang diinginkannya.
Untuk mendukung image positif ini, orang narsis dengan victim syndrome ingin diperlakukan seperti orang yang tidak pernah terluka dan sama sekali tidak bersalah dalam setiap situasi.
“Ini sebenarnya membantu melindungi diri mereka dari perasaan negatif yang dirasakannya, seperti tidak aman, tidak layak, atau tidak mampu," kata Natalie.
Dengan menggambarkan diri sebagai korban, ini juga dapat memengaruhi bagaimana orang lain melihat dan memperlakukan mereka.
Taktik ini memungkinkan mereka untuk menggambarkan orang lain sebagai penyerang dan memosisikan dirinya sebagai korban yang tidak bersalah.
Jadi, apa saja tanda bahaya yang perlu diwaspadai ketika berhadapan orang seperti ini? Berikut ciri-cirinya.
1. Menyalahkan orang lain
Hal ini terjadi terus-menerus, bahkan untuk masalah yang jelas-jelas mereka ciptakan sendiri.
"Ini karena orang narsis merasa tidak aman jauh di dalam dirinya dan mereka tidak suka menjadi 'salah' atau mengakui kesalahannya,” ujar Natalie.
Mereka selalu merasa orang lain—khususnya orang yang dekat dengannya—sebagai "masalah", bukan dirinya.
2. Selalu bercerita dirinya sebagai korban
Natalie bilang, "Kamu mungkin akan sering mendengar mereka bercerita bagaimana mereka ‘dianiaya’ atau diperlakukan tidak adil berulang kali. Namun jika diperhatikan, kamu mungkin merasa ada sesuatu yang aneh dari ceritanya.”
Setelah beberapa waktu mendengar ceritanya, kamu baru menyadari bahwa ada yang tidak jelas dengan detailnya ceritanya atau mereka memberikan cerita yang sangat berat sebelah.
3. Bersikap seolah-olah tidak bersalah
Jika kamu merasa tidak nyaman, mereka akan bersikap seolah-olah itu hal yang aneh, dan mereka tidak bisa mengerti mengapa kamu merasakannya.
"Mereka akan menggunakan komentar-komentar yang memojokkan untuk memutarbalikkan kenyataan yang membuatmu bingung," ujar Natalie.
Dalam situasi perselingkuhan, misalnya. Mereka akan mengatakan "Dia hanya seorang teman" atau "Dia menelepon untuk bertanya, bukan apa-apa."
Namun, di sinilah masalahnya. Memiliki teman lawan jenis adalah hal yang sehat sehingga kamu jadi merasa tidak seharusnya marah dengannya. Padahal, kamu memang memiliki hak untuk bertanya kepadanya.
4. Tidak bisa menerima kritik
Bahkan kritik yang membangun pun tidak akan diterima oleh orang narsis.
"Mereka akan menganggapnya sebagai serangan terhadap karakter mereka dan mungkin akan menyerang balik, bersikap dingin, atau menutup diri," kata Natalie.
Akibatnya, kamu mungkin mengalami banyak tantangan dalam hubungan. Ini karena hubungan tanpa komunikasi yang sehat dan umpan balik adalah sebuah perjuangan.
5. Bersikap defensif dan mengalihkan kesalahan
Jika kamu bertanya kepada mereka tentang ceritanya atau bereaksi negatif, bersiaplah untuk menghadapi emosi darinya dan tetap tidak mendapatkan jawaban.
"Kamu mungkin akan melihat sikap defensif yang diikuti dengan kemarahan dan rasa sakit hati yang luar biasa karena kamu mempertanyakan dirinya dengan cara seperti itu sehingga membuatmu terlihat menjadi penyerang," kata Antoinette.
6. Menolak untuk bertanggung jawab atas tindakannya
Gaslighting juga berperan di sini. Mereka tidak akan bertanggung jawab saat kamu menyebutkan kata-katanya menyakitimu. Mereka mungkin akan mengatakan, "Aku tidak ingat pernah mengatakan itu" atau "Bukan itu yang aku maksud”.
Mereka juga bisa membuatmu jadi pihak yang meminta maaf dan merasa menjadi masalah.
7. Bukan hanya kejadian yang terjadi sekali
Menurut Corissa Stepp, pelatih trauma somatik dan spesialis pelecehan narsistik, ini adalah cara terbaik untuk mengetahui bahwa kamu berurusan dengan orang yang narsis.
Dia merekomendasikan untuk bertanya pada dirimu pertanyaan-pertanyaan ini:
- Apakah mereka selalu menyalahkan orang lain atas hal-hal yang tidak beres dalam hidupnya?
- Apakah mereka sering berpindah-pindah pekerjaan, kehilangan teman/pasangan, atau mengalami kesulitan dalam mencapai tujuan?
Corissa membagikan akronim dari tiga penanda utama narsisme untuk mempermudahnya, yaitu E.R.A. atau yang merupakan singkatan dari empathy, remorse, dan accountability atau empati, penyesalan, dan pertanggungjawaban.
Jika seseorang tidak pernah menunjukkan salah satu dari ketiga hal di atas, kemungkinan besar kamu berurusan dengan victim narcissist atau "orang narsis yang selalu merasa menjadi korban".