Ramai Dibincangkan, Ini Perbedaan Cancel Culture di Korea dan Tiongkok

The Power of netizen and government

Ramai Dibincangkan, Ini Perbedaan Cancel Culture di Korea dan Tiongkok

Follow Popbela untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Whatsapp Channel & Google News

Akhir-akhir ini kata cancel culture semakin populer, terlebih melalui media sosial terhadap sosok yang sedang dalam kontroversi atau skandal.

Gerakan boikot atau cancel ini pernah terjadi di Amerika bahkan Indonesia. Namun, yang paling menarik dan kerap kali terjadi adalah di Tiongkok dan Korea Selatan.

Kedua negara ini tak segan-segan memboikot para pelaku industri hiburan yang terkena skandal. Berikut arti cancel culture dan perbedaan cancel culture di Korea dan Tiongkok.

Apa itu cancel cuture?

Ramai Dibincangkan, Ini Perbedaan Cancel Culture di Korea dan Tiongkok

Mengutip dari The Privater Theraphy Clinic, cancel culture merupakan bentuk evolusi dari istilah boikot yang dikenal masyarakat sejak dahulu, atau pengucilan modern. Budaya cancel culture ini disebut muncul pertama kali pada 2017 saat kasus pelecehan seksual oleh produser ternama asal AS, Harvey Weinstein, terungkap.

Mulanya cancel culture keluar ketika banyak pelaku pelecehan seksual dari kalangan figur publik diketahui masyarakat. Mereka yang terlibat skandal ini ramai-ramai ditolak masyarakat.

Merriam-Webster menyatakan bahwa "cancel", dalam konteks ini, berarti "berhenti memberikan dukungan kepada [seorang] orang". Dictionary.com, dalam kamus budaya popnya, mendefinisikan cancel culture sebagai "menarik dukungan untuk (yaitu 'membatalkan') tokoh publik dan perusahaan setelah mereka melakukan atau mengatakan sesuatu yang dianggap tidak menyenangkan atau menyinggung."

Jadi, bisa dikatakan bahwa cancel culture adalah bentuk penolakan atau memboikot seseorang untuk tidak lagi tampil di publik atau menjadi figur publik yang juga berpengaruh pada kariernya, yang diakibatkan dari perbuatan atau kesalahannya yang tidak sesuai dengan budaya atau norma yang ada, bahkan merugikan atau berdampak negatif pada suatu pihak.

Mereka yang di-cancel ini dianggap tidak layak menjadi figur publik atau contoh untuk masyarakat.

Cancel culture di Korea

Di Korea, figur publik atau tokoh publik yang di-cancel adalah mereka yang dinilai rusak moral atau tidak sesuai dengan budaya dan moral yang berlaku. Jika dilihat dari berbagai kasus, tudingan bullying baik yang terjadi saat itu juga atau bahkan di masa lalu bisa menjadi pemicu.

Ada pula sikap kasar atau tidak sopan, hingga pelecehan seksual yang banyak menyeret nama para artis. Hubungan pribadi masa lalu pun turut tersorot dan menjadi pemicu budaya cancel yang memengaruhi karier para selebritas yang terlibat.

Sebut saja Kim Seon Ho yang baru saja terkena kasus, dugaan kasus Seo Yea-ji dan Kim Jung Hyun, serta kasus bullying yang menyeret nama Jimin AOA, aktor Jisoo dan beberapa lainnya.

K-Netz atau Korean netizen, sangat aktif menjunjung tinggi nilai-nilai budaya dan norma serta sangat memperhatikan setiap gerak-gerik selebriti. Mereka tak segan untuk memberikan sanksi sosial kepada figur publik yang diketahui melakukan pelanggaran etika.

Kritikus budaya pop Kim Hern-sik mengatakan K-netz masih sangat menjunjung tinggi nilai dan etika. Sehingga, standar moral dinilai masih lebih tinggi daripada privasi individu sang artis. Seorang selebritas dituntut harus memiliki catatan prilaku serta prilaku yang baik.

Ini karena mereka dianggap sebagai contoh untuk para penggemar atau pengikutnya, bahkan oleh orang-orang yang melihat mereka. Para selebritas yang tak bisa menjaga perilakunya, apalagi mereka yang telah divonis bersalah harus siap di-cancel dan pupus kariernya.

Profesor sosiologi di Universitas Kyung-hee, Song Jae-ryong mengatakan situasi tersebut yang membuat para artis Korea menjadi 'korban' harapan tinggi sebagian besar masyarakat Korea. Ia juga menyoroti masyarakat Korea yang sangat menghormati dan menghargai kepatuhan serta kesesuaian mayoritas.

Oleh sebab itu, tokoh publik di Korea berisiko diboikot apabila dianggap berperilaku berseberangan dengan masyarakat mayoritas. Beberapa brand mungkin akan memutuskan kontrak, menghadapi risiko penjara, hingga hilang dari muka publik. Baru hanya rumor pun, bisa membuat para artis untuk vakum sementara.

"Orang Korea memiliki kecenderungan kuat memihak, terutama menempatkan mereka dari kelompok sosial yang berbeda di sisi yang berlawanan. Karena selebritas menonjol dan menarik perhatian publik, orang-orang memiliki perasaan buruk jika kehidupan mereka berbeda, dan cenderung kurang toleran terhadap kesalahan moral atau etika yang dirasakan." tutur Song Jae-ryong dilansir Korea Times.

  • Share Artikel

TOPIC

trending

Trending

This week's horoscope

horoscopes

... read more

See more horoscopes here

‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌