Tiap musik punya eranya. Namun, ada juga yang tak pernah redup tergerus zaman. Hal inilah yang membuat saya, seorang Gen Z kelahiran 2001, tetap bisa enjoy ketika menghadiri The 90's Festival yang diselenggarakan pada 10–11 Agustus 2024.
Sesuai judulnya, festival musik yang dipromotori Akselerasi Entertainment ini menyajikan lineup musisi yang tenar di era 90-an. Di hari kedua, sederet nama seperti Frente!, Ebiet G. Ade, Rumahsakit, Romeo, Search, Suede, hingga Dewa 19 sukses mengguncang tiga panggung yang berdiri megah di Jakarta International Expo Kemayoran, Jakarta ini.
Seperti apa keseruannya?
Panggung Ebiet G. Ade yang bersahaja
Saya terekspos kepada musik Ebiet G. Ade berkat orang-orang terdekat yang memang menggemari lagu-lagu akustik balada milik sang penyanyi. Saat masih bersekolah di jenjang SMP, saya ingat betul potongan lirik "Berita Kepada Kawan" terselip di salah satu bab pelajaran bahasa Indonesia.
Ebiet G. Ade yang sudah aktif di blantika musik Tanah Air sejak 1970-an mengaku gembira karena ternyata masih ada panggung festival untuknya. Ia mungkin sudah tak terlalu menggebu-gebu seperti saat masih muda. Namun, usia yang bertambah juga mendatangkan sejumlah keuntungan, misalnya ia tak cepat tersulut emosi karena ada masalah teknis pada gitar akustik yang ia pakai sebagai pengiring nyanyian merdunya.
"Sabar ya ngehadapin bapak-bapak. Berkahnya banyak. Kalau saya muda, boleh dilempar. Ayo. Tapi, untungnya saya tua (tertawa). Saya bisa bilang begini karena pernah muda. Rasanya waktu muda saya punya keganasan yang berbeda. Saya akan marah besar, 'ini kenapa gitarnya fals?' Kalau sekarang, (bisa berpikir) ini baru keluar dari toko. Mohon diizinkan maafnya," ujarnya.
Musisi kelahiran 21 April 1954 itu memang tampil sederhana saja kali ini. Di atas panggung, hanya ada dirinya, mikrofon, dan gitar akustik. Namun, ia pandai menjaga perhatian penonton yang tengah kepanasan diterpa sinar mentari. Ia beberapa kali melempar jokes khas bapak-bapak yang lucunya effortless. Salah satu contohnya yaitu ketika ia beres menampilkan "Titip Rindu Buat Ayah".
"Rindukanlah ayah dan ibu adik-adik semua karena mereka sangat merindukan kasih sayang kalian. (Berhenti sejenak) Tuh kan saya udah kayak ustadz!" celetuknya. Penonton pun mau tak mau ikut terkekeh geli.
Menyaksikan semburat jingga langit bersama Frente!
Cara selanjutnya yang membuat saya sebagai Gen Z bisa mengenal musik-musik 90-an adalah dengan menyaksikan ajak pencarian bakat menyanyi. Salah satu penampilan Non Dera (Dera Siagian) dalam Indonesian Idol 2012 menyanyikan lagu "Bizarre Love Triangle" begitu berkesan di ingatan saya. Karena itulah saya lantas ketagihan menyetel versi asli yang dinyanyikan Frente!.
Saya selalu menganggap suara Angie Hart begitu cantik dan punya ciri khas sehingga mudah dikenali. Saya kadang jadi penasaran bagaimana rasanya menyaksikan penampilan band pop-folk asal Australia ini secara langsung. Terlebih lagi, banyak pendengar setia Frente! yang dengan bangga unjuk gigi di platform X (Twitter) tepat sebulan sebelum pelaksanaan festival ini.
Akhirnya, rasa kepo itu terbayar lunas juga. Angie Hart menyanyi dengan diiringi oleh gitar yang dimainkan Simon Austin serta keyboard dan pianika yang dimainkan oleh session keyboardist Sophie Koh. Memang sebuah set panggung yang minimalis. Namun, di sinilah daya tariknya. Simon dan Sophie jadi totalitas memamerkan kepiawaiannya memainkan instrumen pegangannya!
Selain lagu-lagu populer seperti "Bizarre Love Triangle", "Cuscatlan", "Ordinary Angel", "Labour of Love", dan "Accidently Kelly Street", "Horrible" adalah penampilan paling berkesan dalam set panggung The 90's Festival 2024 ini. Saya dibuat takjub dengan nyanyian bersahutan yang dilakukan Angela dan Simon dalam lagu berdurasi kurang dari 2 menit tersebut.
Keduanya juga memuji penonton Indonesia yang berulang kali ikut bernyanyi dengan kompak dengan nilai "10 out of 10". Buat saya, Frente! mungkin memiliki lirik lagu yang sedikit sukar dipahami oleh orang awam. Namun, Angela dikenal memiliki teknik vokal yang tak rumit. Penonton pun bisa ikut sing along dengan nyaman selagi hafal liriknya.
Jam tampil Frente! yang bertepatan dengan momen senja juga menambah suasana hangat dan syahdu dalam panggung mereka. Kalau nontonnya bareng pasangan, pasti rasanya bakal tambah romantis, ya?
Lagu-lagu favorit semua generasi
Remake lagu 90-an yang dilakukan oleh para musisi juga bisa membuat sebuah lagu dikenal hingga lintas generasi. Hanya saja, cara ini kadang membuat para pendengar baru tak mengetahui siapa penyanyi aslinya, terutama ketika akses internet belum semudah sekarang.
Contohnya, saya tahu "Bunga Terakhir" sebagai lagunya Afgan. Ryeowook Super Junior juga pernah membuatnya melejit di kalangan pencinta K-pop karena membawakannya dengan fasih saat mengadakan konser di Jakarta. Namun, saya baru tahu beberapa waktu kemudian kalau lagu ini ditulis dan pertama kali dipopulerkan oleh Bebi Romeo bersama bandnya, Romeo, pada 1999 sebagai bagian album yang juga bernama Romeo.
Beruntung, The 90's Festival berhasil membuat band ini reuni dan kembali tampil di satu panggung setelah lebih dari 20 tahun. Saya datang tepat ketika Bebi Romeo mengajak sang putri, Lyrics Syabilla, duet menyanyikan "Wanita". Band ini juga turut menampilkan "Aku Cinta Kau dan Dia", lagu ciptaan sang vokalis yang saya ketahui setelah dinyanyikan ulang oleh SM*SH.
"Ayo habis ini mau situ dulu atau saya yang nyanyi? Liriknya mau yang 'memang salahku' atau 'mungkin tak mungkin' ayo? Nggak apa-apa, acak-acak aja liriknya. Yang nulis Ahmad Dhani ini. Masih jam setengah sepuluh nanti dia main (bersama Dewa 19)," goda Bebi di tengah-tengah penampilan.
Contoh lain dari kasus ini adalah lagu "Isabella" yang lebih dahulu saya kenal sebagai lagu milik ST12. Namun, saya sempat heran usai menjumpai kata "kerana" alih-alih "karena" di salah satu baris liriknya. Saat bertanya kepada orang-orang dewasa di sekitar saya, barulah saya tahu kalau lagu ini aslinya milik band Malaysia, Search.
Search sukses membuat area panggung utama The 90s Festival penuh. Vokalisnya, Amy, membius penonton dengan sajian vokal powerful yang mirip dengan versi rekamannya. Selain "Isabella", lagu "Cinta Kita" yang terkenal dengan baris lirik "bulan madu di atas pelangi" juga membuat audiens kompak bernyanyi, lho.
Band pemanggil Gen Z
Namun, ada juga musisi yang tetap bisa relevan dengan generasi muda tanpa melalui cara-cara di atas. Dua di antaranya adalah lineup The 90's Festival, Rumahsakit dan Dewa 19. Alhasil, saya dapat melihat lebih banyak Gen Z yang datang di hari kedua dibandingkan hari pertama.
Buat saya sendiri, fitur autoplay di platform streaming musik jadi jalan saya menemukan Rumahsakit. Sebagai tipe orang yang memperhatikan lirik lagu, "Apa Yang Tak Bisa" tanpa basa-basi langsung memikat telinga saya. Ini dia lagu yang dibutuhkan oleh orang berusia awal 20-an, karena berisi nasihat tentang rasa ikhlas tanpa harus menghakimi.
"Ini yang umur 30-an ke atas nggak ikut nyanyi karena nggak relate, ya? Nah, yang kuliahan, SMA baru ikut nyanyi. By the way terima kasih banget udah datang ke panggung ini, merayakan pertunjukan kami. Kebetulan kita sudah mencapai usia 30 tahun, tahun ini. Alhamdulillah masih bisa diterima anak-anak Gen Z, ya, katanya?" tanya bassist Shendy Adam.
Kalau Dewa 19, sih, memang band favorit saya sejak kecil. Saya dulu tinggal di pelosok Jawa Tengah, dan punya tetangga yang hobi menyetel kaset lagu pop pakai speaker tiap sore dan Minggu pagi. Sejumlah lagu seperti "Kangen", "Roman Picisan", dan "Separuh Nafas" diputar berulang-ulang sampai saya hafal.
Dalam set The 90's Festival, Dewa 19 memboyong vokalis pertama mereka, Ari Lasso. Virzha juga ikut serta membawakan lagu-lagu yang tengah populer di kalangan Gen Z seperti "Arjuna", "Kamulah Satu-satunya", "Dewi", hingga "Risalah Hati" yang belakangan memunculkan tren "Bisa?" di media sosial usai dibawakan ulang oleh Yura Yunita.
"Bisa, Yur. Biarkan malam hari ini cuma Dewa 19 yang bisa membuatmu jatuh cinta kepadaku meski kau tak cinta," kata Virzha.
Ari Lasso baru masuk di pertengahan. Ia membawakan lagu-lagu yang membuat nama Dewa 19 dikenal luas pada tahun-tahun awal terbentuk, seperti "Cukup Siti Nurbaya", "Cinta Kan Membawamu Kembali", hingga "Aku Milikmu".
Pertunjukan ini ditutup dengan duet Ari Lasso dan Virzha membawakan "Separuh Nafas" yang disebut Gen-Z sebagai "lagu ganteng". Konsistensi Dewa 19 dalam menyajikan tata musik yang "mahal" di sepanjang perjalanan kariernya memang pantas membuat mereka dikenal oleh berbagai generasi. Jika ada kesempatan, coba, deh, sekali saja menonton live stage mereka. Dijamin seru dan bikin ketagihan!
Antitesis musik viral hari ini
Setelah berkeliling di The 90's Festival selama dua hari, saya dapat menyimpulkan bahwa musik lawas yang saya saksikan merupakan antitesis atau pertentangan dari formula musik viral hari ini. Mengapa?
Alasan utamanya adalah tidak ada unsur terburu-buru. Zaman sekarang, lagu bertempo cepat saja masih harus dibuat versi speed-up jika ingin jadi sound viral di TikTok. Sementara itu, kebanyakan lagu-lagu jadul bertempo lambat dan masih menyediakan ruang untuk permainan instrumen solo.
Belum lagi, durasi satu lagu yang mencapai lebih dari empat menit adalah hal yang lumrah pada era lawas. Satu bait lirik saja bisa diulang-ulang di bagian outro karena penggunaan efek fade-out untuk mengakhiri suatu lagu. Sebagai Gen Z yang terbiasa mengonsumsi konten informasi singkat, saya ngaku berkali-kali tergocek ketika memprediksi di mana ujung tiap lagu yang mereka tampilkan.
Namun, saya respect sekali kepada para musisi lineup The 90's Festival. Usia ternyata bukan penghalang totalitas penampilan mereka. Dengan durasi tampil sekitar satu jam, para vokalis tampil dengan suara prima sampai akhir dan tetap lincah berinteraksi dengan penonton sampai turun ke barikade. Saya jadi penasaran, kira-kira apa, ya, rahasia mereka agar bisa sebugar itu?