#IMGS2022: Insan Perfilman Indonesia Harus Mampu Beradaptasi

Kolaborasi jadi salah satu kuncinya

#IMGS2022: Insan Perfilman Indonesia Harus Mampu Beradaptasi

Follow Popbela untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Whatsapp Channel & Google News

Beberapa tahun lalu, kita mungkin akan langsung terpikir bioskop saat membicarakan film. Namun, revolusi teknologi juga membuat industri film mengalami perubahan besar-besaran. Karya sederet sineas Indonesia kini sudah dapat disaksikan di berbagai platform online melalui perangkat pintar masing-masing. 

Membahas topik ini lebih lanjut, Indonesia Millenial and Gen Z Summit (IMGS) 2022 mengadakan sesi "Movie: The Revolution of Movie Industry" yang berlangsung di panggung Talent Trifecta. Dalam diskusi ini, turut hadir Sutradara dan pendiri Visinema Pictures Angga Dwimas Sasongko, aktor Oka Antara, dan Head of VIU Original Production Dian Sasmita. 

Angga yang baru-baru ini sukses dengan film Mencuri Raden Saleh turut membagikan perjalanannya di dunia perfilman. Sebagai sutradara muda yang telah memiliki perusahaan film berusia belasan tahun, ia mengungkap hal yang selalu dilakukannya adalah berani memulai. 

"Never start small, start big," kata Angga.

"Jangan kawin sama ide"

#IMGS2022: Insan Perfilman Indonesia Harus Mampu Beradaptasi

Salah satu kunci awal untuk berani memulai menurut Angga adalah tidak melulu terpaku pada ide awal. Visinema Pictures yang didirikannya pada 2008 mulanya hanya menjadi sebuah perusahaan produksi. Namun, karena keberanian dan pemikiran jangka panjangnya, rumah produksi itu kini berkembang ke cabang perfilman lainnya. 

"Gue selalu bilang, don't married to any ideas. Jangan kawin sama ide karena ide tuh terus berkembang, termasuk ideologi. Ide atau segala sesuatu yang kita hari ini kita pikirin mungkin dua tiga tahun lagi berkembang. Visinema dimulai dari 2008 awalnya kakak-kakak yang lain lah, bikin PH (production house), bikin film pertama juga sama Oka, jadi production service. Tapi kemudian, along the way, pada 2013 bahkan setelah 5 tahun Visinema berdiri nggak bisa kayak gini lagi, ini bisnis yang nggak punya longevity," kenang Angga.

Selanjutnya, Visinema berubah menjadi sebuah perusahaan film yang mampu memproduksi film sendiri dengan dukungan dari pihak lain. Salah satunya Gita Wirjawan yang menjadi investor untuk Cahaya dari Timur. Dengan pengerjaan yang serius selama, film ini kemudian menyabet Piala Citra. Namun, Angga kembali memikirkan apa yang sebenarnya menjadi tujuannya di dunia film.

"Malam itu, Piala Citra-nya gue taruh di kamar hotel, di Palembang waktu itu acaranya. Terus gue tanya, 'gue mau nggak, ya, empat tahun ngerjain film cuma buat satu film ini?' (Jawabannya) nggak mau gue," sambungnya. 

Setelah itu, ia mulai membuat inovasi aplikasi user-generated untuk Filosofi Kopi, meningkatkan jumlah film yang diproduksi dalam setahun, membuat film animasi, mengakuisisi rumah produksi animasi hingga dijuluki Little Pixar, hingga membuat platform menonton video on demand (VOD) bernama Bioskop Online. 

Cara bertahan: bertahan dan adaptasi

Sebelum pandemi, sinema masih dianggap kompetitor oleh layanan VOD yang telah lebih dahulu ada, seperti VIU. Namun, Dian mengaku pandemi membawa perubahan yang cukup signifikan. Alih-alih pesaing, VIU justru menggandeng rumah produksi lokal sebagai kolaborator.

"Justru OTT itu ketika pandemi adalah sebuah alternatif untuk para PH atau filmmaker untuk bertahan karena banyak film dari production house ini yang katakanlah diakuisisi oleh platform. Di luar VIU, gue yakin kalian melihat perkembangannya adalah alternatif medianya ketika nggak ke bioskop semua pakai OTT. Dan VIU pun, mungkin jauh lebih expand lagi saat ini. Kita melihatnya justru kolaborasi adalah cara yang membantu platform bertahan juga. Tidak hanya mengakuisisi, tapi arah ke depannya, khususnya VIU, justru kita akan kolaborasi dengan lebih banyak filmmakers lain," papar Dian.

Proses adaptasi juga dialami oleh Oka Antara sebagai aktor. Ia tak terlahir di keluarga berdarah seni. Oleh karena itu, ia mendefinisikan dirinya "like monkey in the jungle" untuk bisa bertahan di dunia film.

"I always find myself as a survivor, like monkey in the jungle. Gue bisa di mana aja, ngapain aja, dalam artian di genre mana pun," ungkapnya.

Ternyata, ada cerita panjang di balik keberlangsungan industri perfilman Indonesia, ya, Bela? Oleh karena itu, kita dukung terus sinema-sinema lokal, yuk!

  • Share Artikel

TOPIC

trending

Trending

This week's horoscope

horoscopes

... read more

See more horoscopes here