Hari rabu (19/12), TEMAN (Teater musikal Nusantara) mengadakan acara “Behind The Curtain; Adapting International Musical ‘Into The Woods’” di @america, Pacific Place. Selain mempromosikan pertunjukkan yang akan diselenggarakan akhir minggu nanti, mereka juga berbagi pandangan mereka tentang teater musikal.
Andrea Miranda, pemeran Cinderella dalam kisah fairytale ini sempat bercerita tentang titik baliknya dalam drama musikal. “Teater musikal pertama yang kusaksikan adalah ‘The Sound of Music’ dan aku rasa semua orang tahu dan pernah menontonnya. Tapi, untuk penampilan panggung, yang pertamaku tonton adalah ‘The Phantom of The Opera’. Ketika itu aku masih berusia 12 tahun, dan aku sama sekali nggak mengerti apapun saat itu,” ujar Andrea sambil tertawa.
Andrea mengatakan bahwa ia kemudian jatuh cinta pada penampilan itu. Ia terkesima melihat orang-orang bernyanyi dan berakting di panggung, ditambah ketika ia memerhatikan detil kostum dan lampu. “Ketika aku semakin mengenal dunia itu, aku jatuh hati pada karakter-karakternya juga. Itu sangat menantang buatku,” tambahnya.
Teater musikal ‘Into The Woods’ memakan waktu produksi yang cukup panjang. “Setiap departemen memiliki linimasanya tersendiri, tapi kami berusaha mengelaborasinya bersama untuk menciptakan agenda yang besar,” tutur sang produser. Dalam agenda aslinya, mereka membutuhkan waktu sekitar 9 bulan, tapi secara aktif berlatih hanya selama 6 bulan lamanya.
Hasil latihan mereka pun ditunjukkan sebelum memulai sesi diskusi. Setiap cast dan tim produksi menunjukkan kebolehan mereka dalam bernyanyi dan berakting di atas panggung. Hal yang menjadi kelebihan dari teater musikal adalah elemennya yang begitu banyak, dan elemen terpenting dari itu semua adalah musik. Setiap lagu yang mereka nyanyikan juga diiringi dengan ekspresi wajah dan gesture tubuh yang mendukung.
Lea Simanjuntak salah satu cast dalam teater musikal ini mengatakan bahwa ada beberapa perbedaan ketika ia menyanyi di konser dan teater musikal. Dan hal yang menjadi pembedanya adalah cara mereka membuat koneksi dengan penonton. Menurut Lea, hubungan seorang performer dengan penonton teater musikal terlahir dari gerak tubuh yang mereka ciptakan, melodi yang mereka nyanyikan, dan cerita yang mereka sampaikan.
Mendalami karakter dalam cerita yang ingin mereka sampaikan tampaknya menjadi kunci penting dalam penampilan. Ketika mereka mengalami hari yang buruk dan harus tetap berlatih, beberapa dari mereka mengaku butuh untuk masuk ke dalam karakter ketika berada di panggung.
Ketika ditanya alasannya memilih cerita ini untuk ditampilkan di atas panggung, Benjamin Chow selaku sutradara dari pertunjukkan musikal ini mengatakan bahwa makna yang ingin disampaikan cerita ini begitu dalam. “Pesan dari cerita ini sangat intensional, sangat manusiawi yang bisa berlaku dalam kultur budaya apapun. Tapi, aku rasa tema terbesar dari pertunjukkan ini adalah bagaimana rasanya menjadi seorang orangtua, dan seperti apa rasanya tumbuh di dunia yang nggak hitam putih,” kata Ben.
“Aku rasa pesan intinya adalah semua orang pasti akan melakukan kesalahan. Nggak peduli posisi kita sebagai orang tua atau anak,” tambahnya. “Careful what you say and do, children will listen,” begitulah kutipan lirik lagu dari 13 orkestra yang akan dibawakan nanti.
Menutup acara hari itu, Andrea mengatakan bahwa setiap karakter dalam teater musikal ini bisa mencerminkan perilaku setiap orang. “Karena ini adalah kita di kehidupan sehari-hari. Kita punya layers. Yang terkadang hanya bagian luarnya saja yang ditunjukan. Dan ini merepresentasikan human nature,” tuturnya. Bagi Andrea, lirik-lirik lagu yang akan didengarkan oleh penonton akan meresap dalam ingatan mereka.
“Kalian akan kepikiran lirik lagunya dan bisa jadi bahan buat diunggah di instastory. Quotable lah..” perkataan Ivan pun mengundang tawa di seluruh ruangan.
Bela, kalau kamu penasaran dengan isi ceritanya, bisa mampir ke Teater Salihara tanggal 22-23 Desember nanti ya!