Begini Sejarah Panjang Perfilman Indonesia, Ada Rekomendasi Filmnya!

Mari jelajahi film-film Indonesia dari tahun ke tahun!

Begini Sejarah Panjang Perfilman Indonesia, Ada Rekomendasi Filmnya!

Follow Popbela untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Whatsapp Channel & Google News

Semua orang membutuhkan hiburan untuk keluar sesaat dari rutinitas yang melelahkan atau membosankan. Menurut American Psychology Association, kecenderungan tersebut merupakan bagian dari escapism theory yang umumnya dialami oleh setiap individu.

Nah, biasanya, film kerap dijadikan sebagai salah satu opsi dari metode escapism dalam ilmu psikologi. Good news! Dalam rangka merayakan Hari Film Nasional yang jatuh pada hari ini, 30 Maret, Popbela menyediakan rekomendasi film nasional dari tahun ke tahun, nih!

Namun, ada yang berbeda! Di sini, kamu akan turut menjelajahi sejarah panjang perfilman Indonesia dan mengintip beberapa rekomendasi judul film pada masing-masing era. Apakah kamu cukup antusias dan penasaran? Let's travel the history!

1920-1930: pengaruh Tionghoa yang mendominasi

Begini Sejarah Panjang Perfilman Indonesia, Ada Rekomendasi Filmnya!

Tahukah kamu? Film nasional nyatanya telah berdiri jauh sebelum Indonesia mencapai kemerdekaannya sendiri. Sehingga, cukup wajar jika film nasional saat itu dibayangkan sebagai produk adiluhung yang steril dari nilai-nilai yang mencerminkan bangsa Indonesia.

Dengan kata lain, produksi film-film pada masa itu cenderung terpaut pada tujuan hiburan semata dengan sentuhan dari budaya negara-negara asing. Khususnya pengaruh Tionghoa yang dianggap memperkenalkan modus produksi film-film hiburan eskapis.

Meski begitu, film Indonesia tetap dapat cukup berbangga atas produksi film yang berhasil ditayangkan. Sebut saja, Loetoeng Kasaroeng (1926)  dengan konsep bisu yang sukses ditayangkan untuk pertama kalinya di teater Elite and Majestic di Bandung.

Melihat kesuksesan yang diterima, pembuatan film lokal pun mencoba peruntungan baru dengan konsep film bicara atau menggunakan dialog. Di antaranya adalah Botenga Roos (1931) hingga Indonesia Malaise (1931) yang diketahui memperoleh kritik yang negatif.

1930-1940-an: perpaduan budaya Tionghoa dan Belanda

Memasuki dekade 1930-an hingga 1940-an, industri perfilman Indonesia masih belum lepas dari pengaruh budaya asing. Kali ini, Indonesia mengalami masa-masa ketika citra visual Indonesia turut digambarkan dari sudut pandang yang dirumuskan oleh Belanda.

Akan tetapi, perlu diketahui bahwa pengaruh Tionghoa masih berlaku. Sehingga karakteristik film-film nasional pada era tersebut dapat dikatakan seperti memadukan gaya film Shanghai dengan film-film western layaknya Hollywood yang sudah populer.

Meski begitu, cerita-cerita lokal yang diangkat bersifat lokal dengan karakteristik mempertemukan narasi-narasi dari berbagai belahan Indonesia. Begitu juga dengan potret warga nusantara yang digambarkan dengan perpaduan kesan kosmopolitan dan hibrida.

Sebut saja, film Pareh yang diperkiran tayang pada sekitar 1934-1936. Secara garis besar, film ini memang mengenai keindahan Hindia-Belanda. Namun, pada kenyataannya, ia merupakan hasil kerja sama antara Albert Balink dan Mannus Franken dari Belanda dan industri film Shanghai bernama Wong bersaudara. 

Nah, selain judul film tersebut, beberapa film yang memiliki sentuhan serupa adalah Tjonat (1930), Terang Boelan (1937), dan Roentjong Atjeh (1940) yang populer di era tersebut.

  • Share Artikel

TOPIC

trending

Trending

This week's horoscope

horoscopes

... read more

See more horoscopes here

ā€Œ
ā€Œ
ā€Œ
ā€Œ
ā€Œ
ā€Œ
ā€Œ
ā€Œ
ā€Œ
ā€Œ
ā€Œ
ā€Œ
ā€Œ
ā€Œ
ā€Œ
ā€Œ
ā€Œ
ā€Œ
ā€Œ
ā€Œ
ā€Œ
ā€Œ
ā€Œ
ā€Œ