Glamourizing Depression, Saat Depresi 'Menjadi' Tren di Dunia Maya

Semua orang "ingin terlihat" mengalami depresi

Glamourizing Depression, Saat Depresi 'Menjadi' Tren di Dunia Maya

Follow Popbela untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Whatsapp Channel & Google News

Apa yang terlintas di benakmu saat mendengar kata 'depresi'? Sedih, stres, sakit hati, sulit bahagia, bunuh diri, semua kata-kata itu terucap untuk menggambarkan salah satu gangguan kejiwaan ini. Semuanya benar dan saling berkesinambungan. Mengutip dari WebMD, depresi adalah kondisi saat seseorang merasa sedih, nggak berdaya, dan nggak berharga, berlangsung selama berminggu-minggu hingga menghalangimu untuk menjalani rutinitas sehari-hari. Kondisi ini juga dikenal sebagai depresi klinis dan membutuhkan perawatan medis.

Depresi kini menjadi salah satu gangguan kejiwaan yang mendapat perhatian masyarakat luas karena dampaknya yang dapat berakibat fatal, sebut saja mengakhiri hidup sendiri. Para ahli kesehatan berusaha menggaungkan gerakan untuk menjaga kesehatan jiwa demi menurunkan angka kematian maupun kasus yang disebabkan karena depresi. Namun, bagaimana jika banyak orang berharap merasakan hal tersebut?

1. Depresi, kesedihan yang indah

Glamourizing Depression, Saat Depresi 'Menjadi' Tren di Dunia Maya

Tanpa disadari, banyak orang yang melihat depresi sebagai sebuah seni, sesuatu yang disebut 'kesedihan yang indah'. Berapa kali kamu melihat kata-kata bermakna kesedihan sebagai sesuatu yang menawan, seperti “I want to die a lovely death” atau “People who die by suicide don’t want to end their lives, they want to end their pain”? Kalimat itu kemudian disertai dengan gambar-gambar yang menunjukkan self-harm, atau sederhananya seperti seorang perempuan sendiri dalam rona hitam-putih. sebagian orang membagikannya melalui media sosial masing-masing sebagai salah satu ungkapan kalau mereka merasa depresi. Walau pada kenyataannya, secara medis, belum tentu benar.

2. Banyak yang ‘ingin merasa depresi'

Semakin banyak kalimat dan gambar bermakna depresi diunggah ke sosial media, ini membuat orang-orang yang melihatnya yakin jika dirinya turut merasa depresi. Melansir dari The Atlantic, Dr. Mark Reinecke, chief psychologist di Northwestern Memorial Hospital, mengatakan jika kalangan remaja paling banyak mengalami hal ini. Sebab usia remaja adalah masa saat seseorang mencari jati diri dan membutuhkan pengakuan dari orang lain. Melihat konten depresi yang misterius dan kuat membuatnya yakin merasa depresi, mengasihani diri sendiri, bahkan menyakiti diri sendiri. Ditambah lagi ketika seseorang menemukan adanya komunitas yang saling berbagi konten bernuansa negatif ini, juga terlihat saling memberi dukungan, ia kemudian ingin merasa depresi agar dapat diterima oleh orang-orang itu.

  • Share Artikel

TOPIC

trending

Trending

This week's horoscope

horoscopes

... read more

See more horoscopes here