Namanya sudah berteman sekian tahun, kepercayaan dan solidaritas pun tumbuh dengan sendirinya. Kita kira, teman ini bukan hanya bisa diajak nongkrong dan jalan-jalan bareng. Sepertinya, membuka bisnis dengan teman akrab atau sahabat bisa jadi ide yang bagus. Eits, kamu yakin, Bela? Kamu yakin sahabat yang kamu kenal bertahun-tahun, yang ke mana-mana sering diajak jalan bersama, dan sering diajak curhat ini adalah partner bisnis yang baik? Hati-hati, lho. alasan-alasan ini akan membantumu untuk pikir-pikir lagi, apa sebaiknya kamu memang bikin usaha dengannya.
Banyak yang mengira bahwa kedekatan hubungan pertemanan, atau bahkan kekeluargaan, bisa membuat kalian cocok untuk jadi partner bisnis. Padahal, menemukan mitra bisnis yang benar-benar ‘klik’ itu tidak mudah. Bahkan kalau kamu dengan temanmu memiliki prinsip, pandangan tentang bisnis, dan bahkan filosofi yang sama sekalipun, belum tentu kalian bisa cocok saat membuka usaha bersama nantinya. Malah khawatirnya nanti akan muncul masalah yang lebih besar, ketika menyadari bahwa cara kerjanya tidak sesuai denganmu.
Dengan dalih ‘sudah berteman lama’, akhirnya tidak dicantumkan ketentuan kerja sama secara mendetail. Bagaimana kalau ada yang membocorkan rahasia bisnis, bagaimana kalau salah satu pihak membuka bisnis yang sama, dan hal lainnya tidak dipertimbangkan. Asal percaya dan asal buka bisnis bareng. Akhirnya terjadi kesalahpahaman dalam perjanjian bisnis yang kemudian memicu masalah dan perpecahan. Inilah yang mungkin sekali terjadi ketika kamu berpartner dengan temanmu nanti. Kalian tidak rinci membuat kesepakatan dan tidak siap untuk kemungkinan terburuk.
Tidak ada peran khusus dalam hubungan pertemanan. Kalaupun ada, itu terbentuk secara alami. Lain halnya dengan bisnis yang setiap peran di dalamnya haruslah jelas di awal. Siapa yang mengerjakan apa, bagaimana mengerjakannya, serta berapa hasil yang diperoleh untuk setiap modal yang dikeluarkan dan pembagian tugas tersebut mesti jelas dari awal. Sayangnya, banyak yang sungkan untuk membagi peran dan ketentuan hasil ini dari awal dengan dalih ‘tidak enak sama teman sendiri’.
Bisa jadi, nanti setelah punya bisnis bareng teman, kamu malah sungkan sendiri tiap kali mau pamit liburan atau ada urusan keluarga. Bisa-bisa nanti temanmu malah mengira kamu tidak serius mengerjakan bisnis bersama. Tiap kali ada keperluan pribadi, kamu dianggap meninggalkan tugas. Waduh!
Kamu sudah sepakat untuk memberikan modal sekian persen dengan tugas ini dan itu. Eh, tiba-tiba ada perlengkapan yang rusak. Atau ada kebutuhan lain yang belum kalian hitung. Lalu yang mau bayar siapa? Jelas sekali dibutuhkan kedewasaan dan pengalaman bisnis yang banyak untuk mengatasi ‘hal kecil’ semacam ini. Kalau kalian cuma modal pertemanan, mundur sajalah.
Karena kurangnya pengalaman, minimnya perencanaan yang rinci, dan hanya bermodalkan ‘asal percaya teman’, ke depannya akan ada banyak masalah dan kesalahpahaman yang muncul di antara kalian. Sekali dua kali mungkin masih bisa diatasi. Karena tidak ada perjanjian yang detail dan jelas, akhirnya emosimu lah yang muncul dalam masalah.
Gara-gara kalian berselisih paham soal aturan jam kerja dan pemakaian kas kantor, dampaknya bisa ke mana-mana. Kamu pun mulai cerita ke teman-teman dan keluarga. Nah, kalau orang yang mendengar cerita ini tidak cukup dewasa menyikapi masalah, bisa-bisa urusannya makin runyam.